Keonaran, lebih disukai tinimbang ketenangan. Kematian, dikira lambang keberanian. Saat riak air bergerak mendendam, emosi terbang melayang. Kematian dijemput dengan kesia-siaan.
Duka dimulailah sudah. Seharusnya hidup ini menghilir dengan mudah. Membuka peluang untuk berjuang. Tidak mengembangkan perasaan berlebihan. Jika mampu menaklukkan hulu, pasti akan nyaman berperahu.
Air mengalir bisa jadi banjir. Pasti karena diganggu hambatan yang tak berkesudahan. Nyawa melayang sia-sia mengambang. Seperti ranting kering, patahan dahan, dan batang pohon yang hanyut lalu lapuk tersangkut.Â
Kebanggaan itu tidak selalu diunduh ketika menang. Tidak mau kalah mengatasnamakan gejolak kedaerahan. Itu kebanggaan semu. Jika dicari-cari tidak akan ketemu.
Daun kering yang mengambang dalam perjalanan, barangkali malah meringankan langkah. Jika menghadapi kesulitan, malah bertemu hikmah. Permata pun begitu. Ia indah karena luka tergores. Berkilau memukau, tidak menghancurkan batu karena selalu berseteru.
Tentu saja, air secawan tidak akan mampu menaklukkan deburan ombak menggelombang.
 "Kanepson iku kembange pati." Ujungnya hanya menyebabkan banjir bandhang tawuran yang tak berkesudahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H