Bagi para penata taman, menggerombolkan jenis bunga yang mirip, itu biasa saja. Berdasar warna atau ketinggian, lalu diusahakan  agar tidak saling menutupi. Kombinasi warna dibuat sedemikian rupa, agar tidak ada yang merasa jadi penguasa.
Tetapi itu tidak baku. Begitu dipraktikkan untuk hal-hal di luar pertamanan, bisa jadi mengundang kepekaan.Â
Dulu, istilah gerakan sangatlah sensitif. Demikian pula gerombolan. Ada saja yang merasa digiring ke arah pengertian geng atau komplotan.
Khasanah tetumbuhan, memaknai segerombol itu "sedhompol". Bisa juga setandan. Atau sekerumun.Â
Perbedaan istilah itu kalau di pasar untuk menentukan perbedaan harga. Pisang sesisir dengan setandan harganya tak sama.Â
Tapi emosi tak bisa begitu. Â Kadar nafsu dan kemarahan malah jadi penentu. Jika konsentrasinya ke tersinggungan, bisa jadi malah mengunggulkan gertak. Sulit untuk kembali ke akal. Titik awal pola pikir pun menjadi samar.
Kalau sudah begini, Â tak kuasa lagi untuk meluruskan kehendak. Yang terjadi malah gertak menggertak.
Bunga segerombol pun kaget terhenyak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H