Pergantian musim berjalan secara alami. Tidak keras kaku seperti sifat batu. Masih tersisa ramah yang bergairah. Laksana berada di kedalaman samudera luas. Riak air bergelembung tapi tidak mudah pecah.
Saat berjumpa batu pun, bisa jadi bertemu hikmah. Sedikit bicara, siap berada di mana-mana. Di lereng kegersangan, masih bertahan ketulusan yang tak durhaka. Saat bangun tidur, Â siap selalu dipeluk cuaca.
Tadi malam hujan. Jalanan sedikit menggenang. Saat merangkak ke siang, hawa panas maunya terus memanggang. Percuma bila masih ada batu yang ingin mengoleksi hangatnya musim. Karena panas bisa menghentikan ingin.
Semalam tidur pun terasa suwung. Pagi tersisa  "keduwung, getun mring lelakon kang wis kepungkur". Masih saja kita menyesali kejadian yang telah lalu. Terkadang insaf tapi terlambat. "Pancen bener, kedhuwung iku rasane kaya nguntal wedhung".Â
Sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tiada guna. Suatu saat akan terbukti, bahwa serampangan itu sama dengan mengunduh kesia-siaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H