Duduk sendirian lalu menyandarkan angan-angan. Khayal pun terbang terbebaskan. Mungkin saja itu delusi atau halusinasi. Atau  teka-teki yang sulit dirunut, dari mana sumber cahaya yang mesti dianut..
Sepertinya tiada waktu untuk berpantas mulut. Karena sayap fantasia itu telanjur mengepak bebas. Apalagi di dekat pesisir. Sangat didominasi oleh suara desir pasir.Â
Duduk sendirian, jauh dari kesan luhur. Tak ada perburuan kemuliaan yang menyembunyikan tangis yang kabur. Karena hari melintas buta, yang terasa hanyalah gelap yang semakin gulita.
Sunyi itu lebih memilih diam. Nyala mata pun padam. Namun keinginan bicara masih tinggi saja. Sering berbicara sesuatu yang tidak dimengerti, merasa mendadak menjadi ahli.
Duduk di ketinggian, digoyang angin yang penasaran. Langit yang mestinya berbintang, samar dikalahkan oleh emosi yang selalu berdentang.
"Langit kekebaken lintang, nganti nora bisa cumlorot sak jroning ati". Mari berlomba dalam kebaikan, jangan biarkan bintang-gemintang kedinginan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI