Menunggu dan rasa jemu itu bersaudara. Menunggu apa saja. Dari yang paling remeh, hingga putusan kasus yang menyedot perhatian massa.
Menunggu itu berharap. Dari masalah sepele, hingga kasus pelik yang sulit diurai. Barangkali jalinannya ruwet dan kusut. Dirancang oleh mereka yang lebih berpengalaman bermain petak umpet
Dunia ini tidak jauh dari analogi perkunyitan. Mereka merasa pemilik warna kuning. Ungkapannya, ingin menguningkan kunyit sendiri. Itu karena motif kuasa, yang berharap dimuliakan di dalam kehidupan dunia.
Jika sudah bermotif seperti itu, ke mana-mana selalu mengempit kunyit. Ini bertujuan sebagai sarana memuliakan, bagi diri sendiri bukan untuk orang lain.
Mereka yang termasuk penyuka gebyar dunia, selalu mengempit kunyit. Kapan lagi kesempatan untuk memuliakan diri sendiri. Di kubu seberang, ada pula perilaku  yang "tak kuning oleh kunyit". Mereka berhasil menjaga amanah. Tidak mau merusak wajah. Apalagi sengaja menutupi tingkah laku salah.
Gebyar itu memang gemerlap. Â Penuh dengan kemegahan, kemilauan, dan kesemarakan. Itu dikira satu-satunya jalan menjadi insan kamil. Gebyarnya digebyur oleh akal bulus di berbagai kasus.
Tapi di balik itu ada ketukan palu yang ditunggu dengan rasa teramat pilu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI