Perpisahan itu seperti senyap yang mengendap di ujung musim penghujan. Ada sisa aroma pandan, tercium dari jarak jauh. Separuh daunnya telah mengering kecoklatan. Tersiksa oleh hujan yang datang tak beraturan.
Perpisahan itu seperti melihat kelebat sayap burung. Menukik lemah karena gelisah. Mengempit sunyi dan perih di hati. Sayap pun mulai lelah.
Bertemu dan berpisah adalah sepasang. Tetapi entah, jika akan berpisah, sedihnya bukan kepalang.
Hingga kini, masih belum dapat ditemukan, bagaimana cara yang pas untuk merayakan sebuah kehilangan. Galau pikiran kacau, hadir menjadi kenyataan.
Jiwa berpengharapan yang pernah menyala, sepertinya redup sebentar. "Pergilah nak, aku ikhlas". Tetapi kata-kata itu tetaplah bias.
Ikhlas melepasmu membutuhkan ketulusan. Sisa denyut ketidak ikhlasan, meneteskan air mata hangat. Selama perjalanan pulang, sangat sulit dikeringkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H