Semburan waktu telah berlalu. Kadang terbersit  untuk melupakan jejak silam. Ada kuasa di situ, ada juga yang tetap menjadi fatamorgana beku.
Pernah di suatu waktu, merasakan jiwa terbonsai. Hidup dengan keterbatasan. Hari-hari tiada berkaki. Hanya diam, indah tetapi penuh gumam.
Ingin menjadi belukar yang tumbuh liar. Setiap hari berhadapan dengan kemungkinan mara bahaya. Matahari di langit pun dipercaya tak pernah melenceng dalam menyedekahi sinar kepada dunia.
Berbeda rasa dengan jiwa terbuai. Kerutinanlah yang selalu datang menjelang. Mereka mengajak untuk masuk dalam ikatan kerutinan. Sikap abai ini juga jadi kebiasaan pohon yang merindang besar.
Kekederdilan pun sebenarnya indah. Ada keutuhan yang seimbang, berdamai dengan komposisi alam. Batang, ranting, dan daun tidak saling mendominasi. Menuju komposisi  yang selaras serta serasi.
Jiwa yang terbonsai hanyalah memburu keindahan, dengan mengorbankan anak keturunan. Mereka lebih paham tentang proses menjadi kecil di dalam keterbatasan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H