Dalam cuaca yang tidak menentu, bertopilah aku. Di pagi yang sedang merangkak siang, masih terlihat kelimpah ruahan. Walau sering bertolak belakang dengan keselarasan alam.
Nafsu memburu keuntungan masih meraja lela. Sungguh sulit untuk membudayakan diri, bersama kearifan alam. Kemanusiaan, keadilan, kesusilaan, dan pengetahuan. Mereka diistirahatkan dari hiruk pikuk pencarian mata pencaharian.
Keserakahan selalu siap menggantikan sewaktu-waktu, demi sang nafsu dalam pencarian rizki duniawi.
Bertopi aku, tidak mengikuti aturan kesepakatan. Setiap tindakan dikira meninggalkan keteladanan.Â
Hasrat keinginan itu  laksana air, sedangkan keteladanan itu ibarat bendungan. Jika keteladanan rapuh, maka air itu disilakan melumat sekitar dengan derasnya. Tapi suatu saat malah bisa mengantarkan ke padang tandus yang kering kerontang.
Aturan matahari lebih jelas. Berbeda dengan suasana hati. Gundah gulana bisa meningkatkan nafsu untuk mengejar hal-hal salah, membuat malam semakin gelap. Temaram rembulan pun menjauh dengan langkah tegap.
Bertopilah aku, bukan bermaksud untuk meniadakan eksistensi matahari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H