Ada atau tidak ada yang memandang, bibir bunga tetap senyum mengembang. Kata orang, senyum itu bagian dari sebuah ibadah. Hari-hari mekar nan cerah.
Jika ingin memimpin, kita wajib punya potensi untuk memekarkan kesejahteraan ruhani.Â
Sebenarnya tidak ada kata lupa, jika telah berniat merawatnya. Tiada lagi perasaan pribadi yang menyelimuti. Kadang masalah spiritual lalu ditinggal dengan cara janggal.
Aroma wangi bunga ternyata mampu berendah diri. Tiada celah untuk mengembangkan sifat arogansi.
Bunga itu mandiri saat menumbuhkan diri sendiri. Bertimbang rasa dalam kesederhanaan. Aroma yang dibagikan, sama sekali tak membutuhkan imbalan.
Alam sekitar maklum adanya. Apa adanya, tak banyak menolak atau memohon. Makin percaya, bahwa langit selalu memegang teguh prinsip kelimpahruahan.
Jika bunga sedang gelisah, tak pernah disalurkan dengan cara memfitnah. Menghina itu ternyata bukan bagian dari amal mulia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H