Selera selalu hadir di sela-sela. Lambat laun menjadi pilihan utama. Jika itu menu, menempati rangking satu. Lainnya berubah menjadi pelengkap semu.
Jika suka yang manis-manis, kepahitan lalu disingkirkan. Saat bercumbu dengan yang lezat, yang dijumpai malah gaya hidup tidak sehat. Berburu nikmat itu tak berbatas. Kadang cenderung menjadi musibah ganas.
Nikmat itu bisa ke level yang mengkhawatirkan. Andai menjadi mesiu basah, ia lumpuh tak bisa gagah. Penuh keluh kesah yang berbunyi desah.
Selera selalu hadir di sela-sela. Perburuannya bisa ke ujung dunia. Hingga akhirnya tinggal pilihan satu dua. Tersaring karena bertambahnya usia.
Pilihan yang makin sedikit tak akan menyurutkan gairah pencarian. "Nadyan cacah mung kari sethithik, nanging ati tetep makantar-kantar. Exigui numero sed bello vivida virtus". Ternyata selera itu masih penting adanya di dunia nyata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H