Bayang-bayang sepanjang badan. Ditemani mentari, agar mampu melihat menyatunya realita dan khayalan. Ia mampu memendek dan memanjang. Tergantung tempat kita berdiri diam.
Bayang-bayang itu mampu mendua. Ia mengikuti mentari atau badan. Â Pastilah ada ketidaktepatan atau kekaburan. Kadang menghunjam menjadi perbedaan maknawi yang tajamÂ
Bayang-bayang bisa dilihat dari pangkal ke ujung. Ia mampu mengindahkan, seperti "Sri Gunung". Bercitrakan baik, kadang melebihi kenyataan yang sebenarnya.
Pengalaman batiniah orang per orang pasti berlainan. Walau memandang bayang yang sama. Saat membawa mantra terlalu, bayang itu bisa jadi malah mengiris rasa sedih pilu.
Bayang-bayang berjalan, semakin dipandang, seperti tontonan. Mungkinkah ini awal mula dari segala pencitraan ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H