Di lorong kehidupan yang makin menua, masih mampu mendengarkan suara desah terengah. Saat pendakian ke tinggi gunung, terkesan tak berujung. Sensasinya mirip menuruni jurang, bersahabat dengan bebatuan runcing tajam.
Suatu saat nanti, semua akan semakin lemah menari. Menyanyi pun kehilangan gaya dan aksi.
Ada kalanya, kekosongan itu perlu. Meluruhkan hiruk pikuk, mengejar citra sibuk.
Termangu di bibir senja, mengobati hati yang baru saja terluka. Apalagi saat mempersiapkan hari raya.
Acara dicatat sebagai pengingat. Ada lega, banyak kecewa. Ternyata semakin ke sini ada saja kendala. Sudah mulai sulit untuk mengantisipasinya.
Rasanya lebih nyaman melangkahkan kaki ke awan. Terbayangkan, emosi melayang lebih ringan. Daripada menelusuri keberadaan yang semakin entah.Â
Ah sudahlah. Pasti ada sisa gairah yang akan meringankan langkah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H