Bermain itu mengasyikkan. Sejak lahir, manusia itu sudah terbiasa main, hingga nanti di hari akhir. Hanya saja, agar lebih terkesan mulia, ada yang mengistilahkan bermain itu sama dengan berkarya.
Memang, pada hakikatnya manusia itu hidup untuk bermain. Â "Homo ludens" , insan yang bermain.
Bermain sambil memanjatkan angan. Di pagar tinggi, atau tempat yang berlainan. Angan adalah khasanah kekayaan. Senantiasa terlihat berkilauan. Bergerak menurun tanpa keraguan, lalu naik seakan menuju kepastian.
Bermain itu kemewahan. Seakan sedang duduk di singgasana beneran. Saat jiwa inginkan layu, digerakkan lagi, hingga tubuh tangkainya terus mampu menyangga asa.
Kalau pun menghadapi kekangan, dijebollah aral melintang. Mesti tegak kembali dari kelayuan.
Waktu terus berlalu. Kesunyian tubuh terasa makin ngilu. Kadang air mata bening, mengalir ke pipi hangat yang tidak hening.
Alangkah nikmat jika masih punya semangat dalam rengkuhan jiwa bermain. Nasib itu selalu berada di depan, tidak disesali di belakang, karena dianggap main-main.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H