Menghargai diri sendiri, saat membelai sepi, sungguh sangat berarti. Hujan atau panas, tak terasakan, indah sekali.
Berpayung melintasi hujan, terkadang sepi harapan. Bertemu gelap, rindukan lelap, lupakan gegap. Rindu kesenangan, derita diabaikan, hidup dipeluk lamunan.
Ternyata harapanlah yang membuat hidup lebih berdegup. Akan tetapi biasanya hanya terdengar lirih sayup-sayup.
Di medan realita, masih banyak pendengki yang selalu akan mengada. Inginnya berperang, menuai menang. Walau berada di jalur panjang kematian.
Para pendengki suka sekali menghilangkan anugerah orang lain. Akan terus didekap erat, sebagai miliknya seorang. Sulit rasanya untuk berterima kasih atau sekedar berjabat tangan.
Dengki iri hati itu bagian utama dari kebencian. Mungkin mereka lebih percaya, bahwa hati nurani hakikatnya tak ada. Namun diam-diam tak mampu menyangkal keberadaannya.