Malam kemarin, pohon itu masih gagah berdiri. Bersama yang lain mereka mereguk kebebasan, menghutan di kota semi metropolitan.
Di siang, mereka memayungi. Saat malam tiba, merdu derit dahannya merdu seperti orkestra.
Terbayangkan, bahwa proses menuju kematian sangatlah senyap. Tahu-tahu pagi hari berikutnya, pohon-pohon bertumbangan dalam sekejap.
Kematian pohon, bukanlah tiba-tiba. Melalui rapat berdarah-darah. Lalu berujung dengan pemungutan suara. Demokrasi ternyata masih mungkin direkayasa.
Pohon demi pohon akhirnya tumbang. Dunia lalu diklaim semakin terang. Kemudian dikuti dengan panas menyengat. Walau terlambat, ada pula yang menyesal kenapa kok berbuat.
Kemarin, bisa jadi kita masih ditemani keangkuhan. Atau mungkin kerakusan. Atau jangan-jangan kedengkian. Trio penyakit hati itu piawai bekerja dalam senyap.
Pada hakikatnya, kita dilahirkan bukan untuk kepentingan diri sendiri saja. "Non nobis solum nati sumus". Begitulah kira-kira.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI