Seni menikah, bukanlah petualangan kapal pecah. Terapung di samudera luas, nyaris tanpa kompas. Menggebyarkan citra luar, menipu diri sendiri saja.
Batas damai dan liar bisa dibuat-buat.
Citra bibir merekah indah dahulu, tak mirip delima lagi. Ternyata hiasan ada di mana-mana, termasuk dalam seni berumah tangga.
Semakin ke sini, sungguh sulit menjinakkan kata-kata. Makna damai, ternyata mirip kata-kata mutiara.
Saat di tengah lautan, ada saja rintang halangan. Diawali "mangro tingal" dahulu. Melihat lebih dari satu, terpecah pandang kan menuju.
Relasi personal makin menjauh. Terombang-ambing di tengah laut, dibelah badai. Pola berumah tangga makin tiada, nyaris meraba-raba. Konflik pribadi pun membara. Suami maunya ke selatan, isteri jalan ke utara. Komunikasi macet total, seperti jalan pantura jelang lebaran.
Bibir merah makin memucat. Keterlibatan emosi seperti api menjilat. Berdua bingung ke mana mencari dermaga kan merapat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI