Dalam siklus warna, merah datang pada waktunya. Terlahir di kehijauan, menyala, redup menguning, menyongsong tiada.
Ketika muda, merah paling bahagia dipeluk bumi. Pipi ranumnya, sangat mudah dikenali. Sering dikira sedang suka di hati, tapi yang tersembunyi adalah sisa pilu yang tersesat di padang kebingungan.
Walau terpencil, merah mudah dikenali. Ia paham pergerakan angin. Sebentar mendekat lalu menjauh dari awan. Jika hama datang, tentu dimaklumi, mereka sedang kelaparan.
Bunga warna merah, bukan penjamin aroma lebih wangi. Ia hanyalah penanda, menguatkan nuansa rasa. Merah itu selalu ada.
Jika ingin rasa bebas, mereka mencari celah. "Seneng uga menawa kalamangsa diumbar". Terbebas lepas sementara saja. "Dulce est desipere in loco".
Kembang bebas merona. Terbalut indah dengan lapisan cahaya. Mampu bergerak dalam posisi yang pas, mengenal bentuk, serta paham potensi. Angannya tidak pernah tinggal diam.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI