Bayang di mana-mana, tetap mengada, dan dipercaya. Ia berkawan sunyi, tidak bertepi, hingga ke kini. Persis seperti cinta, slalu menggoda, hati yang hampa.
Cahaya juga sama, menerpa benda, lalu memanjang. Terkadang terang, sering mengabur, menjemput senja. Tinggal sedikit langkah, bulu cahaya, mengikutinya.
Saat bunga merekah, sekilas gundah, berkeluh kesah. Betapa parah, nasib yang menyertai, tak pernah indah.
Makin bayang dikejar, terus memanjang, sulit dipegang. Nafsu yang rakus, amat tamak kemaruk, loba serakah.
"Gemblung jinurung", bodoh dijunjung, "edan ning kawarisan", gila dipuji. Mungkinkah ini, menjadi tanda zaman, "tansaya edan" ?
Bayang makin memanjang, sampai kapan, tidaklah lahu. Pelupuk mata, berkaca-kaca, hanya menunggu saja. Bersabar itu perlu, penuh ikhtiar, semurni jiwa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H