Meruncingkan pandangan, agar menghunjam, jadi idaman. Cari pengikut, yang "grubyak-grubyuk", memancing buih perih. Merasa tersakiti, bertindak gampang, tak mau pelik. Hindari luruh, ambisi bergemuruh, menantang musuh.
Lidah liarnya, berbicara dahulu, malas berpikir. Batin tak lapang, gampang meradang, penuh dengan hasutan. Si mata kucing, tajam berkilat, merasa paling hebat.
Mengasah lidah, terasa sangat mudah, untuk berkilah. "Singat andaka", sangatlah berbahaya, karna runcingnya. Jadi penyebab, berakhir terjerembab, yang tanpa sebab.
Persepsi itu, sangat subjektif, mungkin jadi reaktif. Sulit sekali, jika tak dihayati, khasanah hati. Ketajamannya, dari mata ke aksi, lupa kendali.
Sinar mata yang liar, kadang tak murni, cari posisi. Pandang si kucing liar, berbinar-binar, selalu benar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H