Di perempatan jalan, lampu setopan, berjoged riang. Dangdut musiknya, dan bergoyang pinggulnya, ikut irama.
Badut sedang beraksi, percaya diri, sedari pagi. Jika diberi, gestur tubuhnya senang, membungkuk badan. Badut profesi, seperti dapat gaji, setiap hari.
Tak perlu orasi, wajah sembunyi, penuh misteri. Tak jelas jati diri, tidak peduli, diamnya nyaman.
Berbeda politisi, ia harus orasi, berapi-api. Soal biasa, dibikin genting, viral itu yang penting.
Politikus menghibur, kata menghambur, kadang berdebur. Sering menari, sambil mencaci maki, beroposisi. Bertebal muka, yang penting berbicara, tak ada data.
Riuh rendah membuncah, mencari panggung, benci berdegup.
Nyaman menjadi badut, menari-nari, sesuka hati. Siapa tahu, masih ada simpati, terpilih lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H