Masih pagi di punggung gunung. Serombongan kami datang ke sini. Diam lama dikurung pandemi. Pagi bangun, memandang gunung.
Mampir bercermin. Sisa pucat masih menggurat. Â Seperti retak-retak di cermin. Tak lagi mampu kagum berdecak.
Cermin masih polos tak menakutkan. Kecuali untuk mereka yang terbiasa memeram dendam.
Galur wajah terkesan bak sinar pecah. Ketika ditangkap oleh hamparan sawah, terlihat sisa sedih karna lama bermenung. Senyum alami tertutupi mendung.
Rencana tiga malam di sini. Belajar lagi untuk lebih bersyukur lagi. Besuk lihat pelangi. Di kanvas luas yang mulai berhias.
Masih pagi, jauhkan keraguan tentang wajah muram. Mengaca saja dahulu. Siapa tahu kembali jadi bayi, yang tak kenal iri dan dengki.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H