Gajah itu berperikemanusiaan. Ia bisa bermain bersama bocah. Berjabat tangan dengan belalai, asyik menyemai persaudaraan.
Bagi yang suka binatang, inilah sumbernya riang. Sama seperti menimang kucing, bermata terang, dikira juling.
Konon, perikemanusiaan itu mampu bertindak adil dan beradab. Padahal adil itu  bukan sama rata. Jika itu yang dijanjikan, pasti bohong semata.
Gajah tahu itu. Adil bagi manusia, tak mungkin dibagi rata. Seperti menimbang kebaikan dengan keburukan. Kesengsaraan dengan kegembiraan. Semuanya melenyap, menuju gelap. Saat benderang, masing-masing ternyata mendapatkan jatah berbeda-beda. Di bawah payung kemakmuran, adil adalah slogan.
Lihatlah, jika gajah berlaga dengan gajah. Pelanduk pasti mati di tengah-tengah.Â
Perselisihan tingkat tinggi, banyak pihak yang berkalang tanah. Sisanya menyadari, bahwa adil itu sejujurnya  hanyalah rumusan indah yang terlalu mewah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H