Generasi now sama saja. Mereka kranjingan mie dan roti. Padahal kita bukan termasuk negara penghasil gandum.
Dampak krisis ekonomi tahun 1960an, terasa hingga sekarang. Gandum, termasuk bantuan asing berbunga rendah dan berjangka panjang. Tapi saat ini berubah menjadi kebutuhan pokok yang sulit diganti.
Gula dan gandum sama saja. Makanan siap saji dan mie memicu pertumbuhan jumlah diabetisi.
Sebagai masyarakat yang gampang berdamai dengan keadaan, kita mudah menerima apa saja.Â
Roti jala dari India, diterima baik di Aceh dan Sumatera Utara. Bakso dari China, sangat populer di seluruh Nusantara. Lonthong Cap Go Meh juga begitu.
Bahkan makanan sehari-hari pun tidak luput dari pengaruh luar. Onde-onde, wingka, gethuk, jenang, othak-othak, bakpao, siomai, gado-gado, dan sebagainya.
Seandainya saat ini kita sedang membenci terhadap paham lain yang berbeda, dari sisi perkulineran banyak yang tidak konsisten dan konsekwen.
Benci tapi rindu, tidak hanya judul lagu. Muak atau antipati terkadang hanya orasi. Untuk dunia kuliner, ada saja yang tersembunyi bahkan misteri yang digandrungi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H