Ribuan malam kulalui bersama mimpi. Selalu cerah ceria seperti malam berbintang.
Tetapi tidak malam ini. Pandangan retak. Gairah surut perlahan. Bumi malam mengurung pelan-pelan.
Ketika detik-detik berjatuhan dari langit. Dimensi waktu hilang. Satu langkah berjalan, selalu teringat masa silam.
Bumi selalu setia. Sabar dengarkan keluh terbata-bata. Gelombang kasih masih. Sekarang mendendangkan rasa sedih.
Bayang keraguan terus memanjang. Menjadi penghalang pandang. Ingin menyebut namamu tapi tak hendak. Kau masih saja mengabur di batas ruang.
Mengunduh duka rembulan. Itu hanyalah pantulan. Aku yang sedang tenggelam, bulan menyinari dengan sentuhan. Aku bukankah bulan.
Malam membisu. Rembulanlah yang paling tahu. Ia menyemangati untuk bangkit. Tapi aku masih ingin menikmati rasa sakit.
Mengunduh duka rembulan. Terngiang memanggil waktu. Kau dan aku semakin memencil, dalam suasana hati yang sedang menggigil.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H