Cintailah Tuhan. Itu utama dan pertama. Sedangkan sisanya, hanya detail dunia.Â
Harkat itu tidak mesti menjadi nomor satu. Kita saja yang mengira bahwa yang lain tabu.
Sumber cinta pastilah dari sana. Pilar cinta tertinggi ini sering dilewati. Selalu minta bukti, dikira itu hanya masalah eksistensi.
Berjalanlah di pantai sendirian. Jauh dari riuh kebisingan.Â
Di mana ada bukti Dia mengikuti ? Tak ada jejak telapak. "Itu telapak kakiku sendiri".Â
Dia menggendongmu. Dia merengkuhmu. Dia dengan sabar mendengar umpatanmu. Bahkan dia diam tatkala ada yang menyangsikanmu.
Tiada itu nyata. Doa, yang membuat yang seolah tak ada itu mengada. Apa pun peringkat yang dicapai, adalah akumulasi dari doa dan upaya.
Jadi, kenapa mengaku-aku. Â "Itu kelebihan saya pribadi". Dikira ia amat perkasa. Maha itu tiada.
Debu saja bisa bersyukur. Batu belum tentu mau melakukannya. Itulah tabiat, saat kita merasa paling hebat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H