Wajah topengku memeluk cemas. Gemas tak cerdas. Walau rambut telah memutih, pola pikir tidak beralih. Seperti kanak-kanak.
Kubiarkan kumisku. Panjang melintang garang. Melebat kini, nanti rontok sendiri. Citranya akan mati.
Aku iri. Ketabahan cuaca lebih asli. Jika mendung, pasti akan hujan. Kita termenung, malah tak hujan-hujan.
Apakah hati remuk itu rahasia semesta ? Kepekaan tak mampu mengungkapkannya. Saat tertawa maupun menangis. Dalam rentang gerak yang lamban, isinya hanya alasan-alasan.
Sehabis menghangus bakarkan perasaan, bertunaslah penyesalan. Kalau mau mencari, sebenarnya tersedia banyak alternatif jawaban.
Tetapi kita terus berebut kebenaran. Ujungnya tetap saja, saling menyalahkan.
Menunggu musim berganti memerlukan waktu. Mesti harus sabar menunggu. Jika terus termangu, pasti tidak akan menghasilkan sesuatu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H