Mohon tunggu...
Bambang Subroto
Bambang Subroto Mohon Tunggu... Lainnya - Menikah, dengan 2 anak, dan 5 cucu

Pensiunan Badan Usaha Milik Negara, alumni Fakultas Sosial & Politik UGM tahun 1977. Hobi antara lain menulis. Pernah menulis antara lain 2 judul buku, yang diterbitkan oleh kelompok Gramedia : Elexmedia Komputindo. Juga senang menulis puisi Haiku/Senryu di Instagram.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memanaskan Tekad di Rerimbunan Hati

25 Agustus 2021   03:47 Diperbarui: 25 Agustus 2021   03:50 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tujuan yang baik itu sejatinya membutuhkan komitmen untuk mewujudkannya. Seberapa pun besar ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguannya.

Dalam praktik, porsi kelemahan diri malah seting dibesar-besarkan, seolah menjadi faktor yang paling sulit dikendalikan.

Terlalu menyalahkan cuaca di luaran hakikatnya tidak mendukung. Semisal musim pandemi yang berkepanjangan saat ini. Masih banyak pembatasan-pembatasan.

Tidak banyak yang mampu tetap berkarya di rerimbunan hati. Walau toh porsi untuk mengeluh semakin banyak lagi, yang penting harap dimaklumi.

Kedisiplinan diri saat ini sangat terpengaruh. Padahal sebenarnya,  itu bisa membantu untuk keluar dari pikiran keruh. Semakin banyak godaan, diharapkan semakin banyak pula seni yang tercipta untuk mengatasinya.

Salah satu ketrampilan atau soft skills yang membantu adalah berani menolak agar tidak selalu diperalat dalam pencapaian tujuan pribadi orang lain. Pelan tetapi pasti, tujuan sendiri malah tersisihkan.

Ini saatnya membulatkan tekad untuk mewujudkan tujuan pribadi di rerimbunan suka hati.  Momentum adalah saat yang tepat agar motif makin berdentum. " Mumpung jembar kalangan", begitulah sepenggal syair Ilir-ilir. Kapan lagi kalau tidak saat ini.

Banyak yang mengira bahwa kedisiplinan itu merupakan perampasan kebebasan seseorang. Tetapi hakikatnya disiplin itu malah dijadikan sumber kebebasan insan.

Disiplin adalah kewajiban, bukan sekedar tugas. Kalau dikategorikan tugas, terkesan bisa didelegasikan. Disiplin tidak seperti itu. Ia merupakan kewajiban setiap individu tidak pandang bulu.

Menjadi orang bebas yang berdisiplin tinggi sungguh amat susah. Ini membutuhkan keberanian berkata tidak, karena sedang mengutamakan tujuan pribadi.

Di antara duri-duri itulah bunga mawar mekar. "Inter vepres rosae nascuntur". Begitulah jika kita masih berkeinginan untuk memanaskan tekad di rerimbunan hati kini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun