Mohon tunggu...
Bambang Subroto
Bambang Subroto Mohon Tunggu... Lainnya - Menikah, dengan 2 anak, dan 5 cucu

Pensiunan Badan Usaha Milik Negara, alumni Fakultas Sosial & Politik UGM tahun 1977. Hobi antara lain menulis. Pernah menulis antara lain 2 judul buku, yang diterbitkan oleh kelompok Gramedia : Elexmedia Komputindo. Juga senang menulis puisi Haiku/Senryu di Instagram.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Resolusi Diri di Pergantian Tahun

10 Agustus 2021   03:40 Diperbarui: 10 Agustus 2021   03:46 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Malam pergantian tahun, teringat Sultan Agung. Raja Mataram inilah yang mengubah kalender Jawa, dari yang berlaku sebelumnya.

Sebagai masyarakat agraris, para petani sudah mempunyai Kalender Pranatamangsa. Kalender termaksud dijadikan pedoman dalam pengolahan tanah hingga panen. Pakubuwono VII  Raja Surakarta Hadiningrat membakukannya di tahun 1855.

Sultan Agung lalu mengubahnya. Itu terjadi dan berlaku mulai tanggal 1 Suro Tahun Alip 1555. Jatuh pada tanggal 1 Muharam 1043 Hijriyah. Atau pas hari Jum'at Legi, tanggal 8 Juli 1633.

Kemarin di medsos bersliweran ucapan Selamat Tahun Baru Islam 1 Muharam 1443 H. " Mari kita berhijrah, untuk kehidupan yang lebih baik", demikian mottonya.

Kalender Jawa dikenal sebagai Kalender Sultan Agung. Sistemnya menggunakan kalender Hijriyah, angka tahunnya tetap Kalender Saka. Awal tahunnya pun ikut Kalender Hijriyah. Diawali bulan Suro, yang dimaknai berani.

Pengertian berani, antara lain diwujudkan dalam resolusi diri. Resolusi merupakan kebulatan tekad yang dijadikan komitmen hidup yang mengikat.

Saya baru sekali saja menyaksikan ritual Satu Sura sewaktu di Jogja sekitar lima puluhan tahun yang lalu.

Terdapat tradisi mengelilingi kawasan kraton di malam hari pergantian tahun tanpa bicara. Salah satu tujuannya untuk review perjalanan hidup setahun lalu.

Di sepi hening malam, tergambarkan perjalanan hidup dengan keberhasilan dan kegagalannya. Lalu disambung dengan tujuan yang lebih realistik dan menantang lagi.

Tujuan utama tersebut juga diwarnai dengan pernik-pernik budaya. Misalnya jamasan pusaka dan kirab. Karena pandemi, hajat dalem kirab pusaka di Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Karena pandemi, tahun ini ditiadakan.

Semoga kita dapat menemukan jalan yang tepat, dalam merumuskan penetapan tujuan pribadi yang khas dan menantang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun