Malam pergantian tahun, teringat Sultan Agung. Raja Mataram inilah yang mengubah kalender Jawa, dari yang berlaku sebelumnya.
Sebagai masyarakat agraris, para petani sudah mempunyai Kalender Pranatamangsa. Kalender termaksud dijadikan pedoman dalam pengolahan tanah hingga panen. Pakubuwono VII Â Raja Surakarta Hadiningrat membakukannya di tahun 1855.
Sultan Agung lalu mengubahnya. Itu terjadi dan berlaku mulai tanggal 1 Suro Tahun Alip 1555. Jatuh pada tanggal 1 Muharam 1043 Hijriyah. Atau pas hari Jum'at Legi, tanggal 8 Juli 1633.
Kemarin di medsos bersliweran ucapan Selamat Tahun Baru Islam 1 Muharam 1443 H. " Mari kita berhijrah, untuk kehidupan yang lebih baik", demikian mottonya.
Kalender Jawa dikenal sebagai Kalender Sultan Agung. Sistemnya menggunakan kalender Hijriyah, angka tahunnya tetap Kalender Saka. Awal tahunnya pun ikut Kalender Hijriyah. Diawali bulan Suro, yang dimaknai berani.
Pengertian berani, antara lain diwujudkan dalam resolusi diri. Resolusi merupakan kebulatan tekad yang dijadikan komitmen hidup yang mengikat.
Saya baru sekali saja menyaksikan ritual Satu Sura sewaktu di Jogja sekitar lima puluhan tahun yang lalu.
Terdapat tradisi mengelilingi kawasan kraton di malam hari pergantian tahun tanpa bicara. Salah satu tujuannya untuk review perjalanan hidup setahun lalu.
Di sepi hening malam, tergambarkan perjalanan hidup dengan keberhasilan dan kegagalannya. Lalu disambung dengan tujuan yang lebih realistik dan menantang lagi.
Tujuan utama tersebut juga diwarnai dengan pernik-pernik budaya. Misalnya jamasan pusaka dan kirab. Karena pandemi, hajat dalem kirab pusaka di Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Karena pandemi, tahun ini ditiadakan.
Semoga kita dapat menemukan jalan yang tepat, dalam merumuskan penetapan tujuan pribadi yang khas dan menantang.