Tiba-tiba ingat "Brambang Asem". Itu lauk kenangan saya, sekitar 60 tahun yang lalu. Asli masakan ibu.
Karena memori sudah mulai terhapus, kakak di Jogja memberi bantuan deskripsi yang sangat jelas.Â
Tidak lama kemudian, adik di Jakarta malah mengabarkan bahwa setiap Sabtu masih membuatnya. "Pagi-pagi sudah belanja sendiri. Mencari daun lung atau daun ketela rambat di Pasar Tanjung Duren. Jika dimakan dengan tempe gembus bacem, lezatnya bukan main".
Saya benar-benar iri dengan Pasar Tanjung Duren.
Diskusi pun berlanjut. Karena mencari daun ketela rambat susah, substitusinya dimungkinkan daun kangkung, plencing, bayam berdaun besar, serta slada air. Bumbunya : "Lombok rawit, trasi, gula jawa, asem, garam, dan brambang dibakar."
Sebagai lauk favorit, bertambah lezat jika dinikmati dengan nasi panas kemebul.
Kuliner kenangan itu luas tak terbatas. Tidak hanya hasil berburu di restoran mahal. Walau itu sejatinya kenangan juga.
Mendiang Bondan Winarno, terkesan dengan menu kuliner di Gang Pinggir Semarang. Ia hafal luar kepala menu kesukaannya, zaman dahulu kala
Makanan kenangan adalah khasanah. Ia menampung dengan sangat lapang, rasa sedih maupun yang sangat membahagiakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H