Menjelang bulan Ramadhan, kita beramai-ramai ziarah ke makam leluhur. Walau pandemi, tetap saja bersemangat menjaga tradisi.
Nyadran dilaksanakan di bulan Ruwah. Istilah ini berasal dari bahasa Sanksekerta sraddha, bermakna upacara untuk menghormati anggota yang telah pulang ke alam keabadian. Intinya ada tiga kegiatan, yaitu pembersihan area makam, nyekar atau menabur bunga mawar merah putih, dan makan bersama atau kenduri di area makam.
Di makam Ngropoh Temanggung, disediakan Tumpeng Robyong. Pucuknya dihias telur ayam matang serta lombok merah besar. Di sekitarnya penuh lauk pauk. Karena berukuran jumbo, tumpeng besar itu terkesan robyong-robyong.
Kalau di makam Wirokartan Imogiri lain lagi. Menu kenduri atau makan bersama di saat nyadran : nasi gurih, sambel pecel, telur rawis, daging ayam suwir, dan kedelai hitam.
Sebagai peristiwa budaya, nyadran kadang sedikit lepas dari pakem. Adat atau kebiasaan memang mempunyai sifat itu. Merawat makam, secara adat adalah lambang dari perilaku beradab. Sraddha juga dimaknai sebagai jalan menuju kemuliaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H