Pilpres 2014 memang benar-benar dahsyat. Silaturahmi lebaran saya yang biasanya diisi hanya berkirim kabar kesehatan dan obrolan ngalor ngidul, kali ini dibumbui dengan pembicaraan super gayeng tentang pilpres. Kebetulan di keluarga besar saya ada yang mendukung pasangan capres-cawapres no 1 dan ada yang no 2. Meski di masyarakat umum kelihatan sangat terpolarisasi, alhamdulillah di keluarga besar saya adem ayem. saling menghormati pilihan masing-masing, meski tentu saja yang memilih pasangan nomor 2 memuji-muji setinggi langit calonnya, sementara pemilih pasangan nomor 1 lebih banyak diam, Mungkin sudah menyadari bahwa bakalan kalah di MK.
Terus terang saya memilih pasangan no 2, karena berdasarkan keyakinan hati saya setelah sholat istikharah hati condong ke sana. Tidak ada pretensi apa-apa, apalagi sebagai tim sukses atau mendapat gemblong se-truk. Saya memilih hanya dikarenakan dorongan hati.
Salah satu hal yang menjadi bahan pembicaraan keluarga besar saya adalah sikap tulus dan mau bekerja keras dari Jokowi. Di tengah obrolan puja puji kepada Jokowi, saya katakan bahwa tidak ada jaminan ke depan Jokowi akan tetap seperti gambaran mereka yakni tulus dan bekerja keras untuk negara. Perguliran jaman bisa mengubah sikap mental seseorang. Jikalau di berbagai kesempatan Jokowi sering bilang bahwa dia akan tetap seperti saat ini- sebagaimana pesan ibunya. Tapi siapa yang bisa menjamin? Jokowi sekarang di kelilingi lebih banyak orang dengan beribu perangai. Ada pejabat yang tulus dan baik meski peninggalan laskar lama. Ada juga pejabat yang bertingkah bak raja meski dari stok yang masih" fresh from the oven". Ada pula pengusaha yang baik-baik, mendedikasikan hasil jerih payahnya untuk kenbaikan negeri meski boleh saja dia untung berlipat ganda. Tapi tidak sedikit pengusaha busuk yang mainnya hanya mengandalkan kasak kusuk. Syukur-syukur beliau lebih suka untuk dikelilingi oleh orang-orang yang tulus dan baik. Saya teringat pada salah satu peribahasa jawa : ojo cedak-cedak kebo gupak. Atau ada lagi ungkapan : jika anda ingin melihat perangai seseorang maka lihatlah siapa yang menjadi kawannya. Sekali lagi semua bisa terjadi. Mudah2an masih tetap istiqomah.
Di samping itu dengan bercermin pada kepemimpinan Jokowi selama hampir 2 tahun di DKI,maka saya katakan jangan terlalu banyak berharap ada perubahan yang sangat drastis di negeri ini. Permasalahan di negeri ini sudah demikian kompleks, mengurat dan mendaging sehingga tidaklah mungkin akan terselesaikan seperti mudahnya membalikkan tangan. Kepemimpinan di DKI membuktikan hal itu. Celakanya banyak orang Indonesia-terutama tokoh-tokoh terhormat di legislatif- yang berpikiran instan. Banjir yang sudah ada sejak jaman Belanda harus bisa diselesaikan dalam waktu setahun dua tahun. Kemacetan yang terjadi sebagai akumulasi permasalahan dalam kurun lebih dari 3 dekade diminta selesai dalam waktu setahun dua tahun. dan sebagainya.
Saya memprediksikan kejadiannya hampir sama dengan di DKI. Harapan masyarakat yang sedemikian besar menuntut realisasi yang nyata dari sang pemimpin. Di tahun pertama atau bahkan dalam 100 hari sang presiden dan wapres terpilih dituntut menyelesaikan permasalahan secara nyata. Tidak ada kata nanti setelah sepuluh atau lima belas tahun, karena bangsa ini sudah terjejali dengan pemikiran instan sehingga tidak sampai melihat secara komprehensif. Belum lagi dari para mantan pesaingnya yang saya duga juga akan lebih banyak asbun.
Saran saya sebagai salah satu pemilihnya, sebaiknya dalam satu tahun Jokowi-JK mampu menyelesaikan satu atau dua masalah besar yang saat ini masih menggantung karena tidak ada political will untuk menyelesaikannya. Sembari menyelesaikan hal tersebut, secara paralel dikembangkan dasar-dasar implementasi visi dan misi Jokowi-JK.
Masalah Century? menurut saya ini sangat mudah, sehingga layak untuk menjadi prioritas penyelesaian di bidang hukum pada tahun pertama.
Masalah subsidi bahan bakar? inipun masalah sederhana. Di pemerintahan SBY enggan mengutak-utik pencabutan subsidi BBM untuk kendaraan pribadi dengan 1001 alasan. Saya kira ini layak diselesaikan di tahun pertama, Subsidi yang dihemat jangan jadi bancakan, tetapi dialihkan untuk misalnya pembangunan infrastruktur dan daerah terpencil. Lumayan mungkin ada sekitar 150 T rupiah.
Kepada pak Jokowi-JK, Selamat berdiskusi panjang lebar untuk menjawab tuntutan dan harapan masyarakat yang demikian besar. ...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H