Salah satu faktor munculnya sengketa dalam Pemilu berasal dari keadilan Pemilu yang tidak tercapai, ketidakadilan dalam Pemilu inilah yang membuat Pemilu tidak berjalan dengan fair play sehingga kerap menimbulkan ketidakpuasan bagi peserta Pemilu atas hasil Pemilu.Â
Ketidakadilan pemilu menjadi pangka dari asas Jurdil (Jujur dan Adil). Keadilan Pemilu merupakan prasyarat lahirnya pemilu yang demokratis dan dipercaya oleh publik. Dengan Pemilu yang demokratis dan dipercaya publik maka akan melahirkan pemerintah yang demokratis.
Pada Pemilu 2024 hasil rekapitulasi akhir KPU menunjukan pasangan no 2 yaitu Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming telah menjadi pemenang dalam Pilpres 2024. Setiap Pemilu berlangsung MK membuka pendaftaran sengketa hasil Pemilu karena MK menjadi tempat bagi pihak yang keberatan dengan rekapitulasi keputusan KPU. Mekanismenya adalah para pihak berhak membawa perolehan suara yang dianggap benar menurut versi mereka.Â
Jalan terakhir dalam meraih kursi kekuasaan ini merupakan salah satu tahapan dalam pemilu adalah melakukan sidang di mahkamah konstitusi. Sesuai waktu yang telah ditentukan dalam perundang-undangan MK diberi waktu 14 hari untuk menangani sengketa hasil Pemilu (Pasal 78 huruf a UU MK). Rancangan untuk menggugat ke MK sudah direncanakan oleh setiap Paslon sebelum rekapitusi hasil pemilu oleh KPU berakhir.Â
Tim kubu AMIN digadang telah menyiapkan 1000 pengacara untuk gugat hasil pilpres selain itu tim kubu Ganjar-Mahfud juga telah menyiapkan 100 pengacara untuk sengketa akhir yang panas ini.Â
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Feri Amsari menegaskan bahwa asas pemilu yaitu Jurdil perlu ditegakkan.Â
Sidang di mahkamah konstitusi dilakukan untuk menyingkapi fakta fakta yang berujung pada bangunan trus kepada pemilu. jadi biarkan para pihak-pihak memperjuangkan apa yang mereka yakini. katanya dalam dokumen Narasi, 19/03/2024.
Sedangkan menurut Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Muchtar menilai hampir mustahil ada konstestan yang mampu memenangkan gugatan sengketa pemilu di mahkamah konstitusi.
Terbukti sejak 2004 pihak yang kalah pilpres menggugat ke MK, namun berujung kekalahan. Pertama adalah proses pembuktian yang sulit karena batasan waktu yang singkat. Kedua logika hakim MK yang menitikberatkan kecurangan pilpres dalam perhitungan angka. Dan yang ketiga berlindung dibalik TSM (kecurangan yang terstuktur, sistematis dan masif) yang dikabarkan Bawaslu memegang fungsi dari TSM. Dokumen Newsroom Kompas.com, 19/03/2024
Pakar hukum menilai gugatan pemilu dapat berlangsung demokratis apabila hakim tidak hanya mempertimbangkan angka tetapi juga dengan landasan berfikir yang kuat.
Apakah masih relevansi terhadap pemilu 2024?
Sejak Pemilu 2004, calon yang kalah dapat menggunakan hak mereka untuk mempersoalkan atau menggugat hasil pemilu. Ratusan kasus telah diajukan ke Mahkamah Konstitusi, tetapi hanya sekitar 10% dari kasus tersebut dikabulkan.