Bismillaahir-rohmaanir-rohiim
Mungkinkah pak Abdul Somad menjadi ustadz yang mempunyai sikap kenegarawanan, yang peduli pada soal2 riil yang berkembang dimasyarakat dan menawarkan suatu solusi sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad saw. Ini inti pembicaraan artikel dibawah ini.
Â
Pendahuluan
Kita pernah punya ulama besar kondang sejagad Nusantara nama dan gelarnya adalah Prof Dr H Abdul Malik Amrullah (HAMKA). Kemudian kita juga pernah punya dai kondang K.H Zainudin MZ yang terkenal dengan sebutan "Dai Sejuta Umat". Kini kita punya ustad yang tidak hanya kondang sebatas jagad Nusantara tetapi sudah sampai ke luar negeri khususnya dikalangan muslim Indonesia, yaitu Ustad Abdul Somad Lc Ma (UAS). Boleh jadi UAS bisa disebut sebagai "Ustad Berpuluh Juta Umat". Tentu disamping ketiga nama besar tersebut kita masih punya banyak nama2 besar pemuka agama, ulama, kyai, dai, ustad dlsb.
Apa yang kita lihat sama pada ketiga nama tersebut adalah kemampuannya untuk membawakan materi tausiyah sehingga mudah dicerna segala lapisan masyarakat, baik itu pelajar, mahasiswa, ibu rumah tangga, para profesional sampai dengan para pejabat negara.
UAS agak berbeda, karena disamping materinya mudah dicerna, tausiyahnya bilamana perlu dibekali dengan rujukan yang akurat dan kuat yang bersumber pada Al Quran dan Hadhist. Ini membuat umat sanagt confident dengan apa yang disampaikannya, dan bukan semata2 berdasar pada tafsir pribadi. Disamping itu UAS piawai dalam memberikan jawaban atas berbagai pertanyaan yang muncul dari umatnya secara instant dan disertai dengan menggunakan referensi yang kuat pula bersumber Al Quran & hadhist.
 Inilah yang tampaknya memacu popularitasnya meningkat secara cepat dan kemudian menjalar skala naional melalui jejaring medsos. Bagi umat yang serius mempelajari agama, UAS menjawabnya dengan menghadirkan tausiyah tematik, yang berbobot, mendalam, in depth, berdurasi minimum satu jam. Jumlahnya sudah tak terhitung di youtube. Semua ini telah telah menaikkan ratingnya sebagai ustad nasional. Disamping itu tampaknya telah mengubah standard minimal background knowledge untuk seseorang bisa menjadi ustad di Indonesia.
Meskipun begitu, UAS tampaknya belum banyak mengisi materi tausiyahnya dengan hal2 yang berkenaan dengan urusan kenegaraan, urusan politik maupun urusan yang sedang menjadi pembicaraan umum / viral dikalangan masyarakat umum, maupun umat Islam khususnya. Padahal dalam konteks politik, misalnya, UAS berulangkali menyatakan tidak bisa dipisahkan antara agama dan politik. Islam adalah way of life begitu ujarnya.Â
Disini telihat seperti ada paradoksial. Disatu sisi diakui bahwa way of life itu berarti menyangkut segala segi kehidupan manusia, akan tetapi disisi lain seakan kosong akan panduan, atau tuntunan mengenai masalah2 riil yang berkembang dimasyarakat, menyangkut ekonomi, sosial, politik.
Kurangnya materi tausiyah dari hal2 yang sedang menjadi pembicaraan umum sebenarnya bukan hanya ada pada UAS, beberapa ulama berlaku demikian pula. Isi materi bisa luar biasa bagus dilihat dari sisi agama tetapi seolah steril dari urusan kenegaraan, urusan ekonomi, urusan sosial dan politik. Mungkin semua ini disebabkan oleh kepadatan program skedul, sehingga tidak cukup waktu untuk mendapatkan masukan atas problem2 sosial, mendalaminya dan kemudian membawanya ke panggung syiar. Kalau kita bandingkan dengan Gus Dur misalnya, sepertinya lebih punya waktu untuk membawa pernik2 kehidupan kepanggung syiar. Yah memang beda, yang terakhir ini sejak muda sudah banyak membuat artikel berbobot dan juga berorasi.