Sekolah sebagai tempat pendidikan memiliki kewajiban untuk mencegah terjadinya bullying, baik secara etis dan moral maupun secara hukum. Hal ini karena ketika para siswa berada di sekolah, sekolah bertindak sebagai "orang tua pengganti", yang memiliki tugas untuk mendidik dan melindungi para siswa semaksimal mungkin dari segala bentuk kekerasan.
Terkait dengan kewajiban sekolah secara hukum untuk melindungi siswanya dari tindakan bullying, hal tersebut mengacu pada ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1a) UU 35/2014 yang berbunyi:
Setiap Anak berhak mendapatkan perlindungan dari satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan Kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain.
Lebih lanjut, Pasal 54 UU 35/2014 juga menerangkan bahwa anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain. Perlindungan tersebut dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, aparat pemerintah, dan/atau masyarakat.
Terhadap pihak sekolah yang tidak melakukan upaya pencegahan atau perlindungan terhadap siswa dari tindakan bullying, maka terdapat ketentuan sanksi yang diatur di dalam UU Perlindungan Anak beserta perubahannya. Pasal 76C UU 35/2014 menyatakan bahwa:
Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak.
Pelanggaran terhadap ketentuan pasal tersebut dapat dikenai sanksi pidana berdasarkan Pasal 80 ayat (1) UU 35/2014 yaitu pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp72 juta.
Adapun, pengaturan mengenai tanggung jawab sekolah untuk melakukan pencegahan perilaku bullying diatur lebih lanjut di dalam Permendikbud 46/2023.
Peran Sekolah dalam Mencegah Bullying
Sekolah memiliki peran penting dalam mencegah dan menangani bullying. Beberapa langkah yang dapat diambil oleh sekolah antara lain:
- Kebijakan Anti-Bullying: Implementasi kebijakan dan program anti-bullying yang jelas dan tegas.
- Pendidikan dan Kesadaran: Meningkatkan kesadaran siswa tentang bahaya bullying dan pentingnya saling menghormati melalui pendidikan dan kampanye.
- Dukungan Psikologis: Penyediaan layanan konseling dan dukungan psikologis bagi korban bullying untuk membantu mereka pulih dari trauma.
Tantangan dan Solusi
Penegakan hukum terkait bullying di sekolah menghadapi berbagai tantangan, termasuk kurangnya kesadaran hukum di kalangan masyarakat dan hambatan dalam proses pelaporan. Untuk meningkatkan efektivitas penanganan bullying, beberapa solusi yang dapat diterapkan antara lain:
- Peningkatan Kesadaran Hukum: Melalui sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya melaporkan kasus bullying.
- Kerjasama Antar Lembaga: Meningkatkan kerjasama antara sekolah, kepolisian, dan lembaga terkait untuk penanganan kasus bullying.
- Pendekatan Holistik: Menggabungkan pendekatan hukum dan pendidikan untuk menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan bebas dari bullying.
Kesimpulan
Bullying di sekolah adalah masalah serius yang memerlukan penanganan hukum yang tegas. Dengan adanya pasal-pasal hukum yang mengatur bullying dan langkah-langkah yang dapat diambil oleh sekolah dan masyarakat, diharapkan dapat tercipta lingkungan sekolah yang bebas dari kekerasan. Harapan ke depan adalah agar setiap anak dapat belajar dan berkembang dalam lingkungan yang aman dan mendukung.
Referensi
- Ela Zain Zakiyah, dkk. Faktor yang Mempengaruhi Remaja dalam Melakukan Bullying. Jurnal Penelitian & PPM, Vol. 4, No. 2, Juli 2017.
- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, yang diakses pada 22 Februari 2024, pukul 11.00 WIB.
- SAPA129, yang diakses pada 22 Februari 2024, pukul 10.55 WIB.