Saya lahir dan besar di Makassar. Sampai usia 21 tahun saya menghirup kota angin mamiri, lalu kemudian mencoba peruntungan di Jakarta. Alih-alih mau jadi artis ibu kota, malah tetap saja jadi penulis hahah. Jadi wajar saja, walau darah jawa 100. % mengalir di tubuh saya dan menggunakan nama jawa banget, tapi logat bicara saya tetap makassar hehehe.
Karena lahir dan besar di Makassar yang dulu namanya sempat berganti menjadi Ujung Pandang, otomatis saya sudah mencoba semua makanan khas Makassar. Termasuk masakan khas dari daerah lainnya di Sulwesi Selatan yang memang terkenal dan dijual di Makassar. Seperti Sop Saudara yang berasal dari daerah Pangkep atau Kapurung yang berasal dari kota Palopo.
Kembali ke makanan khas Makassar, sesuai pangalaman saya sendiri, tidak ada makanan khas Makassar yang menggunakan bumbu kacang atau saat dinikmati dengan sambal kacang. Baik makanan beratnya seperti coto Makassar, pallubasa, Â atau sop ubi.
Coto Makassar walau bahan dasarnya menggunakan kacang tanah, tapi tidak ada sentuhan bumbu kacang. Rasa gurihnya berasal dari air cucian beras berpadu dengan aneka rempah. Begitu pula dengan Pallubasa yang diperkaya dengan kelapa sangrai. Sop ubi yang bahan dasarnya singkong goreng juga begitu.
Sop konro juga begitu. Dulu hanya ada sop konro. Nah, seiring waktu ada konro bakar. Itu juga tidak menggunakan bumbu kacang atau saus kacang. Bumbu olesan bakarnya juga dari sop konro. Konro bakar juga dinikmati dengan kuah sop konro.
Ragam kuliner khas Makassar memang berkuah. Tidak ada yang bahan kering dan nanti diaduk dengan bumbu kacang seperti gado-gado. Mungkin karena kuliner khas Makassar disantap dengan ketupat, buras, atau nasi.
Nah, untuk kue basahnya seperti jalangkote, itu disantap dengan sambal cair yang di Makassar diebut lombok. Begitu juga dengan Bikandoang atau bakwan. Makanya saya heran, kok di Jakarta Jalangkote dan bakwan dimakannya dengan cabe rawit heheh.
Untuk olahan ikannya, di Makassar juga tidak ada yang disantap dengan bumbu kacang atau saus kacang. Misalnya ikan pallumara itu cenderung kecut. Begitu juga ikan bakar. Ikannya dibelah, lalu dimasukkan bumbunya, baru dibakar. Padahal ibu saya kalau bakar ikan bolu (bandeng) itu pasti pakai sambal kacang atau sambal kemiri.
Sambal kacang atau saus kacang itu ada campuran gula merahnya. Nah, orang Makassar memang tidak suka masakan yang manis. Makanya tidak pakai sambal kacang atau saus kacang saat disantap. Makanya teman saya pas nyobain gudeg yogya, dia bilangnya seperti kolak. Beda dengan saya Karena orang tua saya jawa, jadi masakan yang gurih pencampuran garam dan gula.
Makanya makanan yang menggunakan sambal kacang atau bumbu kacang, itu dibawa oleh orang luar sulawesi. Kalau dulu itu paling hanya ada penjual gado-gado. Namun seiring waktu sudah hadir penjualnya batagor, siomay, dan lainnya.