Matahari sedang bersinar terik. Wirno, murid kelas 4 SD pulang dengan wajah tertunduk. Ucapan Bu Guru masih terus tergiang di kedua telinganya. Kata Bu Guru, mulai minggu depan, murid-murid harus membeli baju adat, dan setiap ada hari besar, harus memakainya.
Wirno sekuat tenaga menahan tangisnya agar tidak jatuh. Bocah laki-laki berkulit sawo matang itu bingung, harus mengatakan soal ini pada ibunya nanti. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja, ibunya harus membanting tulang. Bapaknya sudah 2 tahun meninggal. Adik Wirno ada 2 orang.
Wirno mulai menerawang. Baju seragam sekolah saja, dia dapat dari pemberian tetangganya. Tas sekolahnya juga, yang sudah penuh jahitan sana sini. Saat Wirno melihat sepatunya, sudah ada bolong, sehingga terlihat jempol kakinya yang tidak berkaos kaki.Â
"Beli seragam saja, Ibu tak mampu, apalagi beli seragam," gumam Wirno pelan, sambil melanjutkan langkahnya menuju ke rumah.
Realitas Kehidupan Anak Sekolah
Di atas itu hanya sebuah cerita yang terjadi di negeri kita ini. Dan sebenarnya, masih banyak sekali Wirno-Wirno lainnya, tersebar di mana-mana baik di kota, desa, terutama di pelosok. Banyak anak sekolah yang ke sekolah tidak pakai  berseragam dan bersepatu.Â
Walau semangat bersekolah mereka tinggi, tapi tetap ada kesenjangan terjadi. Misalnya, aduh, teman aku pakai seragam, aku tidak. Teman aku punya sepatu, aku tidak. Kapan bisa punya, ya? Akhirnya bisa bikin rendah diri.
Peraturan Baju Adat di Sekolah
Dengan adanya aturan baru ini, saya pribadi yakin, akan jadi beban bagi anak, plus bagi orang tuanya. Mungkin bagi orang tua yang berada, anak tinggal bilang, langsung menyiapkan baju adatnya. Tapi bagaimana dengan anak yang seperti Wirno? Kembali ke realita. Seragam saja dari lungsuran anak lain, apalagi harus membeli baju adat, yang harganya pasti tidak murah.