Mohon tunggu...
Bambang PakDe
Bambang PakDe Mohon Tunggu... Auditor - Seorang Bapak dari 2 Anak

Sekedar ungkapan hati saja

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Gebyar Semarak Korupsi di Tanah Tecinta

13 Agustus 2018   08:00 Diperbarui: 11 Desember 2018   12:40 888
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pejabat Negara Bisa Habis Bila KPK Gencar lakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT). Itu dinyatakan oleh Ketua MPR, Zulkifli Hasan lebih setahun lalu.

Budaya Korupsi

Itu adalah sinyalemen kuat bahwa memang banyak para pejabat publik kita yang juga adalah para budayawan korupsi.

Bisa "dimaklumi" memang, mungkin para beliau ini menghabiskan ratusan juta rupiah untuk memenangkan Pilkada, sehingga "wajarlah" kalau nafsu balas dendamnya harus mengkorupsi milyaran rupiah.
Break Even Point plus plus plus gitu, itung itung buat persiapan nyalon lagi periode selanjutnya.

Teman saya, seorang pejabat pemenang Pilkada curhat bahwa dana kampanyenya dikorupsi habis habisan oleh para pendukungnya.
Nah... di level kampanye saja sudah terjadi korupsi, apalagi nanti setelah menjabat. Kalau sudah pernah jadi korban biasanya tentu tahap selanjutnya adalah mencari korban.

Celah Korupsi

Korupsi itu perkara hasrat, bukan ekonomi, kalau hasrat sudah kuat, maka celah sekecil apapun bisa dibesarkan, yang tidak bercelahpun pasti bisa dibuat celah dengan alasan yang dibuat buat.
Biasanya dalih "terpaksa" adalah yang paling populer. Ya… terpaksa dianggarkan sebagai “dana cadangan /penyelamat” untuk menghindari kerugian, terpaksa ini, terpaksa itu.
Maka bisa ditebak terjadilah celah – celah korupsi yang lahir dari keterpaksaan yang dipaksakan ini, seperti :
Penggelembungan dana, proyek fiktif, kwitansi bodong, kegiatan siluman, pengadaan yang diada adakan, suap menyuap, pembiayaan yang tak perlu, Main mata dengan vendor, monopoli pengadaan dan masih seribu cara lain yang tak mungkin disebut satu persatu di sini.

Okelah... tidak dipungkiri bahwa melesetnya realisasi proyek terhadap dana yang dianggarkan kerap menyebabkan pelaksana proyek rugi, untuk itu diperlukan "dana cadangan” sebagai penyelamat. Masuk akal sih dan terkesan halal tanpa label MUI.

Saya ingat waktu kecil dulu ketika disuruh Ibu ke warung, saya selalu minta uang tambahan sebagai "dana penyelamat" agar tidak bolak balik ke rumah kalau uangnya tidak cukup. Masalahnya apakah saya akan mengembalikan kelebihan uang tsb jika ternyata uang belanjanya sudah cukup ?
itu hil yang hampir mustahal....
Kelebihan uang selalu menjelma menjadi es lilin, permen dll. Sama analoginya dengan proyek, "dana penyelamat" nyaris pasti tak akan selamat.

Kondisi ini diperparah lagi dengan persepsi bahwa jika dana proyek tidak habis maka perencananya dianggap goblog. Yah mana ada sih yang mau dilabelin goblog?... lebih baik "mariii teman teman kita sikat habis saja dana proyek rame rame".
Nah… siapa yang goblog ?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun