Usai sudah perhelatan pilpres dengan ditetapkannya Jokowi-JK oleh KPU sebagai pasangan capres-cawapres terpilih. Fokus saat ini adalah apa saja yang selayaknya dijadikan prioritas dalam 100 hari pertama pemerintahan baru ini,
MASALAH BANJIR JAKARTA
Kita semua tahu masalah banjir di Jakarta sampai saat ini belum tuntas. Ada 13 sungai/kali yang melintasi kota Jakarta. Dan kita semua juga tahu di dalam pengerukan dan normalisasi sungai/kali tidak hanya tugas Pemprov DKI semata namun juga ada (dan bahkan banyak) peran dari pemerintahan pusat (dalam hal ini Kementrian PU khususnya). Terpilihnya Jokowi sebagai Presiden NKRI seharusnya bisa membuat Jokowi, yang tadinya Gubernur DKI yang terbatas kewenangannya, bisa lebih leluasa bertindak karena sekarang Kementrian PU berada di bawah perintahnya. Jadi dalam 100 hari pertama diprioritaskan untuk “menjebol” penyempitan-penyempitan di ke 13 sungai/kali di DKI sekaligus. Program pengerukan dan pelebaran sungai/kali yang sedang berjalan biarlah tetap berjalan seperti saat ini secara bergilir setiap tahunnya menyesuaikan APBN dan APBD yang telah disusun, namun saat ini diperlukan terobosan jangka pendek mengingat di akhir 100 hari pertama pemerintahan DKI memasuki musim hujan dan biasanya banjir besar ada di akhir Januari dan awal Februari. Terobosan untuk “menjebol” penyempitan sangat diperlukan dan ditunggu mengingat kondisi beberapa sungai/kali saat ini ada yang lebarnya hanya 1 sampai 2 meter saja dengan tingkat kedalaman yang amat sangat dangkal untuk ukuran sebuah sungai/kali. Selain penyempitan adapula belokan-belokan sungai/kali yang terlalu tajam sehingga aliran menjadi terhambat, sehingga perlu dikurangi ketajamannya (cukup dikurangi karena belokan sungai tetap diperlukan untuk mengurangi/me”rem” lajunya air). Kalaulah penyempitan tadi paling tidak dilebarkan hingga 4 sampai 6 meter maka banjir akan berkurang sehingga Jakarta lebih siap menghadapi musim hujan di awal 2015, dan sekaligus pula menjawab beberapa sindiran kenapa Jokowi baru 2 tahun menjabat seolah-olah melupakan Jakarta untuk menapaki posisi yang lebih tinggi. Singkatnya Jakarta tidak dilupakan bahkan semakin dibenahi setelah menjabat presiden.
MASALAH KURIKULUM 2013 dan UN
Entah mengapa Kurikulum 2013 terasa sangat dipaksakan untuk dijalankan segera walau masih terlihat banyak kekurangannya dalam beberapa hal. Ambil contoh, tahun lalu buku wajib dalam bentuk e-book untuk jenjang SMA baru tersedia 3 buku wajib di awal pelaksanaannya, panduan-panduan dan kebijakan-kebijakan yang kadang mendadak, bahkan nanti diujung jenjang belum ada gambaran bagaimana cara mengevaluasi dan mengujinya. Ini membuat para guru melakukan akrobatik untuk menjalankan kurikulum tersebut. Terlepas dari yang patut disesali kenapa harus dipaksakan dijalankan saat pemerintahan yang sedang berjalan tinggal 1 tahun lebih lagi memerintah, namun ada beberapa hal yang menarik dan bagus dari kurikulum ini yaitu pada jenjang SMA dimungkinkan adanya lintas minat (alias anak IPA/MIA dapat mengambil pelajaran IPS/IIS dan/atau Bahasa, sebaliknya anak IIS dapat mengambil pelajaran MIA dan/atau Bahasa, dst). Untuk 100 hari pertama, hal yang diprioritaskan adalah kejelasan soal ujung dari tiap jenjang, masih adakah UN nya? Bagaimanakah bentuknya bila ada dan bila tidak ada. Sudah siapkah semua sekolah menjalankan kurikulum ini untuk tiap jenjangnya, dan bagaimana solusinya untuk daerah-daerah terpencil dan fasilitasnya belum memadai. Khusus untuk SMA, rumor mengatakan akan dilaksanakan UKK (semacam uji kompetensi) di akhir semester 2 kelas XI, bagaimana bentuknya? Apa betul sebagai pengganti UN atau pelengkap UN? Kepastian-kepastian seperti ini yang harus diambil dengan tegas karena anak-anak adalah aset bangsa yang tidak boleh coba-coba dalam mendidiknya, karena mereka harus menjadi orang yang terdidik dengan benar nantinya.
Salam Pendidikan
(bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H