Juma’at, 1 Oktober 2010 Di gedung Majelis Permusyawaratan Rakyat digelar acara Silaturahmi Nasional dengan Forum Silaturahmi Anak Bangsa (FSAB). Forum ini dimaksudkan untuk  menghilangkan dendam akibat konflik di masa lalu.
Amelia Ahmad Yani, putri Ahmad Yani yang hadir pada cara itu mengatakan, saat terjadi konflik 1 Oktober 1965, dimana terjadi penculikan dan pembunuhan pada pukul 04.30 pagi di luar batas prikemanusiaan. "Dari peristiwa itu ideologi negara telah dikhianati. Chaos terjadi, pembunuhan sesama anak bangsa terjadi. Ratusan ribu dibunuh, dipenjara, diasingkan ke Pulau Buru,"
Sebagai anak-anak dari perwira-perwira yang diculik, dibunuh pada 1 Oktober 1965 itu, kata Amelia, mereka selalu berusaha mencari jawaban dari peristiwa tersebut. "Sebagian besar dari kami berpuluh tahun mencari jawaban dari keluarga Ahmad Yani.
Namun bagaimana dengan anak Aidit dan yang lainnya. Mereka diasingkan, bersembunyi, selalu ketakutan dan malu menyandang nama orang tua sendiri," ujarnya.
Karena itu, Amelia berharap kita saling memaafkan. "Benci, sakit hati, dendam sudah dikubur dalam-dalam. Luka-luka sudah disembuhkan. Right or wrong it's my country," kata Amelia.
Pada acara itu tampak pula Ilham Aidit, putra tokoh PKI, Dipo Nusantara Aidit, Catherine Panjaitan anak dari DI Panjaitan, Sarjono Kartosuwiryo anak Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo, tokoh DI/ TII, Ahmad Zahedi, cucu dari Tengku Daud Beureu'eh, Pery anak Marsekal Omar Dani, Denny anak Alamsyah Ratuprawiranegara, Hong Gie anak dari Yap Tian Hien.
Sarjono menceritakan perjuangan ayahnya dengan ringan bahwa dirinya dilahirkan di tengah hutan saat ayahnya sedang bergerilya."Saya lahir di hutan. 80 km dari Tasikmalaya. Monyet saja tidak betah tinggal di hutan itu," candanya. Sarjono yang saat itu baru berusia 5 tahun mengingat pemerintah Soekarno tidak mengizinkan keluarga menyaksikan eksekusi atau mengetahui tempat ayahnya dimakamkan. Namun dirinya mengingat ayahnya pernah menekankan bahwa hidup harus dipertanggungjawabkan di hari akhir kelak.
"Kuburmu dicari, jejakmu ditelusuri, ajaranmu dikaji, mujahid tak pernah mati," ucap Sarjono berpuisi
Terlihat pula  putri mantan Presiden Bung Karno, Sukmawati Soekarno Putri, putra bungsu mantan Presiden Soeharto, Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto. Mereka diterima Ketua MPR Taufik Kiemas, Wakil Ketua MPR Lukman Hakim, Ketua DPR Marzuki Alie, Adnan Buyung
Berikut adalah kutipan kalimat yang penulis nilai layak untuk direnungkan oleh kita semua sebagai warga bangsa;
Letjen TNI Purn.Agus Widjojo (putra Mayjen TNI (anumerta) Sutojo Siswomihardjo, Pahlawan Revolusi):
"Semakin banyak tuntutan bersifat zero sum game (menang dan kalah) semakin sulit kesepakatan rekonsiliatif dapat dicapai dan semakin lama bangsa ini bisa bangkit dari beban masa lalu untuk bisa bangun dan menghadapi masa depannya,"
Sarjono Kartosuwirjo, anak tokoh pendiri Darul Islam
Kita ingin membangun Indonesia yang bisa bersikap bijak terhadap masa lalunya. Kami keluarga korban sudah memulainya, dan kami berharap pemerintah juga mendukung upaya rekonsiliasi nasional sebagai sarana menata masa depan Indonesia yang lebih baik,''
Amelia Yani (anak Jenderal A Yani korban peristiwa G-30-S):
"Saya salah satu korban. Ayah saya dibunuh dalam peristiwa G-30-S. Tapi dengan penuh kesadaran, saya ingin dan membuka pintu maaf dan damai untuk siapapun yang melakukan pembunuhan terhadap ayah saya,
Semoga niat tulus dari putra putri para pelaku sejarah masa lalu menginspirasi masyarakat untuk lebih menyadari bahwa betapa energi bangsa akhir akhir terbuang percuma karena konflik.
Diharapkan juga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di republik tercinta jangan ada yang merasa menjadi pewaris tunggal untuk memonopoli tafsir sejarah dan konstitusi.