"Kamu pengin jadi putrinya. Kalau Mami pengin jadi istri beliau....!" Pengakuan jujur ibu dan putrinya itu, ketika diungkapkan, menggemetarkan jiwa raga keduanya. Namun, sejurus kemudian, ada kelegaan yang menyejukkan hati mereka. Lalu mereka merayakannya dengan saling berpelukan. Bahagia.
Akan tetapi, segera saja Maria mewanti-wanti putrinya. Aryati diminta agar tidak grusa-grusu. Tak perlu mendeklarasikan kepada yang lain. Jangan kelewat agresif dalam melancarkan "manuver-manuver"-nya. Sebagai perempuan timur, sebaiknya wait and see saja. Yang paling aman dan damai, ya serahkan penuh hal itu dalam doa kepada Tuhan Yesus.
***
"Mohon maaf, benarkah Anda bernama Maria Dahayu?" pertanyaan ini meluncur dari seorang pria brewok, berjaket, bertopi, berkacamata hitam dan bermasker besar. Tentu saja itu cukup mengagetkan Maria, yang pagi ini tengah sibuk di toko rotinya.
"Iya benar....!"
"Boleh saya duduk di sini?"
"Maaf dulu, Anda siapa dan keperluannya apa?" Maria balik tanya sambil menatap pria itu.
"Saya teman lama Anda. Ke sini cuma mau reunian kecil saja...." Jawab pria itu, sambil membuka topi, masker dan kacamata hitamnya.
"Bang Guntur ya....?" Tebak Maria. Yang ditebak cuma tersenyum saja. "Bener, pangling aku! Habis brewokan sih...."
Saat sama-sama kuliah dulu, Guntur Adhiguna adalah salah seorang pecinta Maria. Setelah cintanya tak diterima Maria, pria itu merantau ke kota lain. Sejak itu, mereka praktis tak pernah berhubungan lagi.
Baru seminggu ini, Guntur kembali ke kotanya lagi. Bukan ke rumah orang tuanya, melainkan sekarang tinggal di rumah besar bagus yang letaknya persis di seberang jalan, depan toko rotinya Maria. Menurut pengakuannya, selama 7 tahun ini, ia bekerja di Singapura pada sebuah perusahaan pertambangan. Dan sekarang ini, ia ditugaskan di kota ini sebagai kepala kantor cabangnya.