Mohon tunggu...
Bambang Suwarno
Bambang Suwarno Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Mencintai Tuhan & sesama. Salah satunya lewat untaian kata-kata.

Pendeta Gereja Baptis Indonesia - Palangkaraya Alamat Rumah: Jl. Raden Saleh III /02, Palangkaraya No. HP = 081349180040

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Jika Raih Emas, Indra Layak Mengganti Simon McMenemy

7 Desember 2019   08:54 Diperbarui: 9 Desember 2019   08:12 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Cara sederhana menilai apakah sebuah negara sudah maju sepakbolanya, itu mudah. Yaitu dengan melihat keikut-sertaannya dalam Piala Dunia. Kalau timnasnya pernah berlaga di Piala Dunia, negara tersebut boleh dibilang sudah maju sepakbolanya.

Semakin sering ikut Piala Dunia, semakin diakui kemajuan sepakbolanya. Apalagi kalau sampai tak pernah absen partisipasinya. Lebih-lebih lagi, kalau sampai pernah jadi Jawara Dunia. Atau yang kompetisi di liganya telah melahirkan banyak bintang sepakbola kelas dunia.

Dalam hal itu, maka Brasillah yang paling jago. Negeri Samba tersebut adalah satu-satunya negara yang selalu ikut Piala Dunia di sepanjang sejarahnya. Selecao juga tak pernah harus melewati babak play-of  untuk mendapatkan tiket ke putaran final.

Merekalah peraih gelar terbanyak, yaitu 5 kali sebagai Kampiun Sepakbola Dunia. Bahkan pada setiap zamannya, selalu memunculkan banyak mega bintang sepakbola dunia.

Negara-negara dari benua Asia bagaimana? Dalam sejarahnya, ternyata negara-negara Asia cukup banyak yang pernah berkiprah di World Cup. Negara-negara tersebut, ialah: Korsel, Jepang, Iran, Arab Saudi, Korut, Australia, Israel, Kuwait, UEA, Cina, Irak dan Indonesia.

Woauw Indonesia pernah ke Piala Dunia? Iya benar! Timnas Indonesia memang pernah ikut berkompetisi di kejuaraan sepakbola paling bergengsi sejagad itu pada tahun 1938. Memang Indonesia waktu itu lebih dikenal sebagai "Hindia Belanda". Coupe du Monde tahun itu diadakan di Perancis. Sedang yang keluar sebagai jawaranya adalah Italia.

Tapi bagaimana ceritanya kok Indonesia sampai bisa ke sana? Waktu itu Indonesia mewakili Federasi Sepakbola Hindia Belanda. Sampai bisa berlaga di Piala Dunia FIFA 1938,  sesungguhnya ada faktor keberuntungannya juga.  Karena posisinya menggantikan Jepang yang mundur dalam kualifikasi.

Menariknya, sebelum merdeka, Indonesia pernah ke Piala Dunia. Namun  sesudah merdeka 74 tahun, justru bermimpi saja pun masih sulit. Beruntung, kita sebentar lagi akan menjadi tuan rumah Piala Dunia. Meski di level yang junior, yaitu Piala Dunia U-20.

Bicara soal Piala Dunia berarti bicara tentang Timnas Senior. Tapi kalau bicara soal Timnas Senior Indonesia, ini yang bikin kita sering gemes dan lemes. Bayangkan, pada penampilannya di Kualifikasi Piala Dunia 2022 zona Asia, sementara ini Indonesia masih terperosok di dasar klasemen. Empat kali bertanding, hasilnya keok melulu.

Tentu saja hasil tersebut membuat kita semua tersengat. Terutama PSSI sebagai pihak yang paling bertanggungjawab. Makanya, para petinggi federasi tertinggi sepakbola tersebut, kini sedang gencar menimbang-nimbang siapa yang paling layak menggantikan Simon McMenemy.

Belakangan ini, yang ramai dibicarakan banyak orang adalah Shin Tae-Yong dan Luis Milla. Ketua Umum PSSI, Iwan Bule dan jajarannya, sudah mengadakan pertemuan dengan kedua orang pelatih sepakbola tersebut. Dengan Shin Tae-Yong pertemuan itu diadakan di Kuala Lumpur, Malaysia tanggal 19 November 2019. Sedang dengan Luis Milla, pertemuan itu dilakukan di Manila, Filipina  tanggal 29 November 2019.

Kedua pertemuan tersebut, memang tidak langsung membuahkan kesepakatan kerja sama. Pertemuan tersebut, lebih untuk saling mendengar pemaparan dari masing-masing pihak. Artinya, jika ada kertertarikan dan kecocokan, baru akan ada pertemuan lanjutan. Di mana semua aspek tentang kerja sama akan dinegosiasi dan difinalisasi. Tapi bagaimana perkembangannya?

Shin Tae-Yong Lebih Pilih Klub Cina?

Rupanya yang meminati pelatih dari Negeri Ginseng tersebut, bukan hanya Indonesia. Melainkan ada sebuah klub di Negeri Tirai Bambu, Cina pun sangat tertarik untuk memakai jasanya. Bahkan menurut media asal Cina, Axtoutiao, pembicaraan  antara klub sepakbola tersebut dengan Shin Tae-Yong sudah memasuki tahap negosiasi.

Artinya peluang PSSI untuk memakai tenaga mantan pelatih timnas Korsel tersebut masih belum jelas. Padahal ketimbang Luis Milla, menurut saya pemilihan Shin Tae-Yong lebih realistis dan lebih relevan bagi kondisi PSSI kita saat ini. Pertama karena bayarannya masih di bawah Milla. Artinya tidak menjadi beban berat bagi kantong Federasi.

Kedua, prestasi kepelatihan Tae-Yong cukup mentereng juga. Ia pernah membawa Seongnam Ilhwa Chunma menjadi juaara Liga Champions Asia 2010. Yang kemudian berhak bermain di Piala Dunia Klub 2010. Hasilnya, Tae-Yong berhasil mengantar Seongnam mampu menembus peringkat keempat dunia. Di bawah Inter, TP Mazembe dan Internacional.

Ia pernah juga mengantar Timnas U-23 Korea Selatan mencapai babak perempat final Olimpiade 2016, Rio de Janeiro. Tae-Yong jugalah yang mampu membuat  Korsel lolos ke Piala Dunia 2018, Rusia. Bahkan di bawah polesannya,  Tim Taegeuk Warriors pada Piala Dunia 2018 sukses menjungkalkan Tim Der Panzer Jerman.

Jadi sesungguhnya rekam jejak kepelatihan Tae-Yong cukup mumpuni. Sayang sekarang ini PSSI harus bersaing dengan sebuah klub Cina. Mampukah Iwan Bule dan jajarannya merayu pelatih dari Korsel tersebut? Apakah dia lebih tertarik melatih Timnas Indonesia atau lebih tertarik tangani sebuah klub Cina saja? Itu yang harus kita tunggu bersama bagaimana ujungnya.

Luis Milla Kurang Meyakinkan

Setelah diskusi dengan Luis Milla selama kurang lebih empat jam di Manila, nampaknya PSSI kurang antusias untuk merekrutnya kembali. Luis Milla Aspas dianggap kurang meyakinkan. Jawaban-jawabannya atas semua pertanyaan PSSI dinilai kurang memuaskan.

"Tidak ada hal baru yang ditawarkan oleh Luis Milla, karena dia hanya menyampaikan road map yang sudah pernah dilakukannya." Ujar Mayjen TNI Cucu Soemantri, Wakil Ketum PSSI.

Mantan pemain Real Madrid tersebut, dipastikan tidak sanggup menggaransi Timnas Indonesia menjuarai Piala AFF 2020. Padahal dia sudah pernah menangani Timnas U-22 dan Senior kita tahun 2017-2018. Artinya ia sudah banyak mengenal para pemain terbaik Indonesia. Juga sedikit banyak sudah memahami kultur dan kondisi sepakbola Indonesia. Maka seharusnya dia bisa lebih yakin untuk mengantar Skuad Garuda menjuarai Piala AFF 2020.

Apalagi jika dikaitkan dengan bayaran Milla dan stafnya yang lumayan mahal. Yang pasti akan sangat membebani kas PSSI. Mengingat pengalaman yang lalu, di mana Federasi Tertinggi Sepakbola kita pernah terlambat membayar gaji mereka. Jadi untuk sementara ini, pending dulu soal Milla.

Asal Bisa Meraih Emas, Kenapa Bukan Indra Saja?

Setelah baik Tae-Yong atau pun Luis Milla posisinya masih sangat tidak jelas, dikabarkan PSSI mulai melirik Ruud Gullit. Tapi menurut Ketum PSSI, pihaknya belum mendapat respons dari Gullit. Sehingga Ratu Tisha, Sekjen PSSI, masih diminta untuk berkomunikasi lebih lanjut dengan pihak Legenda Hidup sepakbola Belanda itu. Semoga secepatnya bisa memperoleh konfirmasinya.

Langkah-langkah tersebut silahkan saja dilakukan. Tapi menurut saya, kenapa PSSI tidak atau belum mempertimbangkan pelatih domestik saja? Maksud saya adalah Indra Sjafri. Yang nanti sore akan memimpin Skuad Garuda Muda melawan Myanmar pada semifinal Sea Games 2019 di Rizal Memorial, Manila. Mengapa Indra Sjafri?

Pertama, dibanding semua pelatih manca negara yang disebut tadi, Indra pasti jauh lebih mengenal dan memahami kultur dan filosofi sepakbola negerinya sendiri. Bertahun-tahun lamanya ia menjadi pelaku yang terlibat langsung di persebakbolaan nasional.

Kedua, ia pasti lebih mengenal secara pribadi dengan para bintang sepakbola Indonesia. Karena kesamaan kultur dan bahasa, ia pasti lebih mengenal secara "luar dalam" kepribadian satu persatu anak asuhnya. Sehingga bisa dengan mudah menyampaikan  semua hal yang diinginkannya yang harus dilakukan oleh setiap pemainnya.

Ketiga, catatan prestasi kepelatihannya bisa diacungi jempol. Indra pernah membawa timnas junior merebut trofi juara pada turnamen sepakbola tingkat Asia. Yaitu HKFA U-17 dan HKFA U-19 di Hongkong. Mengantar Evan Dimas Cs menjuarai Piala AFF U-19 tahu 2013. Lalu menjuarai Piala AFF U-22  tahun 2019 di Phnom Penh, Kamboja.

Siapa yang membawa Egy Maulana Vikri tampil di Turnamen Toulon 2017, Perancis, sampai ia menerima penghargaan Jouer Revelation Trophee? Tak lain adalah Indra Sjafri. Tropi internasional itu sangat prestisius, sebab hanya diberikan kepada satu pemain saja di tiap turnamennya. Cristiano Ronaldo dan Zidane di waktu mudanya pernah mendapat penghargaan bergengsi seperti itu.

Selain itu, dua langkah lagi jika terus menang, Indra Sjafri akan mengantar Garuda Muda menyabet medali emas Sepakbola Sea Games 2019. Itu artinya, ia mampu memuaskan dahaga panjang Indonesia setelah puasa gelar juara sepakbola Sea Games selama 28 tahun.

Karena itu, kalau benar-benar berkat tangan dinginnya, Indra bersama Garuda Mudanya bisa mempersembahkan emas bagi Indonesia. Maka sudah waktunya dan sudah selayaknya Indra Sjafri diberi kepercayaan melatih Timnas Senior.

==000==

Bambang Suwarno-Palangkaraya, 7 Desember 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun