Mohon tunggu...
Bambang Suwarno
Bambang Suwarno Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Mencintai Tuhan & sesama. Salah satunya lewat untaian kata-kata.

Pendeta Gereja Baptis Indonesia - Palangkaraya Alamat Rumah: Jl. Raden Saleh III /02, Palangkaraya No. HP = 081349180040

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Jangan Overconfidence!

29 November 2019   18:41 Diperbarui: 29 November 2019   18:56 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Baru-baru ini kepada Detik Sport, Indra Sjafri mengatakan: "Bagi saya mental itu faktor paling penting, skill nomor dua. Kalau kemampuan mumpuni tapi mentalnya tidak kuat, maka hasilnya bakal sia-sia." Pernyataan pelatih Timnas U-23 yang sekarang sedang berlaga di Sea Games 2019 itu, tentu bukan asal omong. Tentu punya dasar yang kuat. Dan dasarnya adalah pengalamannya sendiri.

"Saya bicara seperti ini, karena punya pengalaman sebelumnya, waktu final Piala AFF U-19 di Sidoarjo tahun 2013. Waktu laga final, saya mengandalkan pemain berdasarkan skill untuk starter melawan Vietnam, hasilnya kita draw."

"Kemudian di babak perpanjangan waktu saya masih sama, hanya mengandalkan kemampuan dan ternyata tetap imbang hingga babak penalti. Di situ baru terlihat bagaimana mental juara pemain benar-benar penting bagi tim, sampai bisa angkat piala."

"Saya meyakini apa yang dikatakan Profesor BJ Habibie, skill memainkan peran 20 persen. Dan sisanya ditentukan oleh mental serta kekuatan spiritual. Oleh karena itu, saya ingin membentuk pemain yang tidak hanya mumpuni secara kemampuan, tapi juga bermental juara," ujar Indra menambahkan.

Kita akan mudah mengaminkan pernyataan dari pelatih sepakbola asal Batang Kapas, Sumatra Barat tersebut. Sebuah tim sepakbola akan menjadi hebat, kuat dan menangan, jika didalamnya banyak diisi oleh para pemain yang komplet. Artinya, mereka bukan saja memiliki teknik yang tinggi, fisik yang prima dan pemahaman taktik yang baik. Tetapi juga punya sikap mental yang jempolan.

Kita pasti sudah sangat sering mendengar, bahwa seorang pesepakbola atau altlet apa pun yang punya bakat besar dan skill hebat, ternyata tak dipanggil masuk pelatnas. Atau ada yang sudah berlatih di pelatnas beberapa tahap, tapi akhirnya tak terpilih juga masuk timnas yang akan mengikuti sebuah kejuaraan resmi. Kenapa? Ternyata karena atlet yang bersangkutan punya mentalitas yang buruk.

Misalnya: kurang disiplinlah. Kerap mangkir latihan tanpa ijin. Egois dan individualistis, hingga kurang kooperatif dan kolaboratif dengan yang lainnya. Arogan atau merasa sok bintang. Temperamental dan mudah sekali tersulut emosinya, hingga sering terlibat dalam perkelaian di dalam, atau pun di luar lapangan. Apalagi jika sudah berulah yang mengarah pada sikap rasis. Dan attitude yang tak terpuji lainnya.

Olahragawan sejati mestinya sudah bebas dari hal-hal itu semua. Kedapatan melakukan satu saja dari beberapa sikap buruk tersebut, sang pelatih pasti tak akan memilihnya. Apalagi kalau sampai melakukan yang lebih banyak lagi.

Jangankan memiliki mentalitas yang rendah. Punya sikap mental yang baik pun, tidak boleh dilakukan secara berlebihan. Karena apa pun yang dilakukan secara berlebihan, seringkali justru menjadi bumerang yang sangat merugikan pemiliknya.

Misalnya, rasa percaya diri. Rasa percaya diri tinggi itu adalah sikap yang baik. Yang harus dipunyai oleh setiap pemain nasional. Sesungguhnya bukan hanya oleh para atlet saja. Tapi juga oleh pelatih dan stafnya. Bahkan oleh setiap federasi yang menaunginya. Pendeknya, setiap jajaran dan  setiap insan yang berkaitan langsung dengan cabang olahraga apa pun, harus terus membangun rasa percaya dirinya.

Sebab, dengan konfidensi yang tinggi, khususnya pemain, akan bisa mengeluarkan semua kemampuan terbaiknya. Bisa bermain lebih lepas namun tetap fokus. Bisa mengontrol ritme permainan. Bahkan bisa mendikte permainan lawan. Yang pada ujungnya adalah kemenangan.

Tetapi, kalau rasa percaya diri itu berlebihan atau terlalu ke-pede-an, hasilnya biasanya malah justru sebaliknya. Berikut ini adalah salah satu contoh yang paling aktual tentang hal itu.

Penyesalan Akira Nishino

Adalah  Akira Nishino, pelatih Timnas U-22 Thailand, yang menyesal setelah skuatnya ditumbangkan Egy Maulana Vikri Cs. Kekalahan 0-2 dari Garuda Muda tempo hari tersebut, sangat menyesakkan dadanya.  Salah satu penyebab kekalahan timnya, menurutnya karena dia tidak menyertakan seorang pun pemain senior. Sementara Indonesia menyisipkan 2 orang pemain senior, yaitu Evan Dimas dan Zulfiandi.

Meski regulasi mengijinkan menyertakan 2 pemain senior, tapi pelatih asal Jepang itu, tidak mau memanfaatkan jatah tersebut. Alasannya, dia sudah sangat percaya pada kemampuan para pemain mudanya. Mengingat dari statistik, Timnas Thailand selama ini lebih banyak menangnya jika melawan semua kesebelasan dari Asia Tenggara. Juga status mereka sebagai Juara Bertahan Sea Games 2017.

Rupanya semua catatan prestasi dari Timnas Thailand tersebut, yang kemudian membuat mereka menjadi terlalu percaya diri. Dan sikap overconfidence seperti itulah yang telah  menjungkalkan dirinya sendiri ke dalam kekalahan. Mereka tersentak oleh perlawanan Garuda Muda yang ngotot, ngeyel dan ciamik itu. Mereka shock atas kekalahan yang dideritanya. Akhirnya, mereka menyesali dirinya sendiri.

Saya sendiri agak merasa heran dengan kecerobohan Akira Nishino. Mungkin baginya, hanya Vietnam sajalah pesaing kuat bagi timnya. Sehingga andai saja tidak bisa juara grup, minimal bisa runner up-nya. Artinya masih bisa melenggang ke semifinal.

Jika begitu cara dia menghitungnya, berarti mereka telah menganggap remeh Indonesia dan dan kompetitor lainnya. Apakah dia tidak memperhitungkan, bahwa baru saja Timnas U-22 Indonesia mampu mengalahkan tim kuat Iran? Atau paling tidak, mereka diskusi dulu dengan Miyabi yang sebelumnya sudah menjagokan Tim Merah Putih.

Raja KO yang di-KO 

Tiba-tiba saja saya teringat dengan pengalaman pahit yang dialami Mike Tyson. Jawara Tinju kelas barat yang dijuluki Si Leher Beton itu, pada tanggal 10 Februari 1990 di Tokyo-Jepang, menggelepar di-KO oleh James "Buster" Douglas. 

Sang Raja KO yang sebelumnya punya rekor fantastis. Yaitu, 37 menang dan belum pernah kalah. Yang 33 kemenangannya diraih dengan KO. Saat itu harus tersungkur, menggelosoh dan terkapar di lantai ring tinju.

Peristiwa itu, saya anggap sebagai pertandingan tinju yang paling dramatis dan paling sensasional di abad itu. Itu adalah kekalahan pertamanya, sekaligus kekalahan yang paling menyakitkan baginya. Sebaliknya, itu adalah kemenangan yang paling membanggakan bagi James Douglas. Kenapa Si Raja KO sampai bisa dipukul KO?

Penyebabnya, karena Tyson saat itu merasa terlalu percaya diri. Sepertinya dia sudah amat yakin bahwa dialah yang akan memenangkan pertandingan itu. Sehingga ia sangat meremehkan Douglas. Apalagi penantangnya itu memang belum punya reputasi bagus di dunia tinju kelas berat dunia. Namanya pun belum banyak dikenal orang.

Sebab itu, dalam menghadapi pertarungannya, Tyson sedikit sekali mempersiapkan dirinya. Ia berlatih ala kadarnya saja. Barangkali saja yang ada di otaknya saat itu, tak berlatih sekali pun, ia sudah yakin akan menang. Dan hasilnya, bukan dia yang meng-KO lawannya. Tapi lawannyalah yang meng-KO-nya.

Kepada seluruh anggota kontingen Indonesia yang sudah dan yang akan berlaga di Sea Games 2019, Filipina. Kita semua berharap, agar mereka mau memetik pelajaran berharga dari dua pengalaman pahit itu. Semoga tidak ada seorang pun yang overconfidence. Konfidensi diri harus! Tapi ke-pede-an jangan sampai! Siapa pun lawan anda, jangan keder atau gentar padanya! Tapi juga jangan pernah sekali-kali meremehkannya!

Selamat bertanding para pahlawan olahraga Indonesia! Sebanyak dan sesering mungkin, kibarkan Merah Putih dan kumandangkan Indonesia Raya di sana! Tuhan memberkatimu!

==000==

Bambang Suwarno-Palangkaraya, 29 November 2019.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun