Lalu para anggota Geng Wawiwuwewo itu pun pada mafhum. Pasti ada sebagian orang di negeri ini yang belum puas pada kinerja pemerintah. Pasti juga ada para pihak yang sama sekali tidak nyaman dengan hasil pemilihan presiden, April 2019 lalu.
Bahkan pasti ada kelompok tertentu yang biasa disebut dengan "barisan sakit hati". Merekalah yang sering ikut bermain dalam setiap gerakan yang berupaya melawan pemerintahan yang sah. Atau sekadar ingin membikin kegaduhan politik dan kekacauan masyarakat saja.
Tetapi, semua anggota geng pemuda dewasa tersebut sepakat, bahwa tindakan penggagalan pelantikan seperti itu, justru akan menciderai dan mencabik-cabik kemurnian demokrasi itu sendiri. Tindakan mengganggu, menolak apalagi menggagalkan pelantikan, berarti tindakan yang melabrak konstitusi.
"Apa sih yang akan mereka dapatkan  dari aksi berbahaya seperti itu?"
"Tidak akan mendapat apa-apa! Dan tidak akan mengubah apa-apa!"
"Oh ya pasti ada dong....!"
"Dapat apa coba?"
"Dapat timbulkan terbakarnya emosi. Bisa meledakkan kemarahan. Lalu memicu aksi kekerasan dan anarkisme. Menimbulkan kerusakan dan pertumpahan darah. Lantas berjatuhanlah korban luka-luka dan melayanglah nyawa sia-sia...."
"Apa seperti itu yang diinginkannya?" seru Mas We, gemas.
Karenanya, pelantikan itu tetap harus dilakukan sesuai jadwal yang sudah disusun oleh KPU sejak tahun 2004. Bahwa pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih selalu dilaksanakan pada tanggal yang sama, yaitu 20 Oktober. Tidak dimajukan, tidak pula harus dimundurkan.
"Pelaksanaan pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih adalah puncak dari proses Pemilu Pilpres yang dipilih langsung oleh rakyat," tegas Bang Wi. "Itu bukan sekadar seremonial belaka, namun mempunyai legitimasi yang kuat sebagai salah satu bagian dari demokrasi."