Tiba-tiba saja saya rindu pada Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY. Saya rindu pada lontaran gagasan dan pernyataan-pernyataannya. Rindu melihat dan mendengar kembali pidato-didatonya. Rindu mengamati kembali gestur dan gaya bicaranya yang khas, ketika menjawab pertanyaan para wartawan. Terutama bila menyangkut hal-hal krusial bangsa sampai yang paling sensitif sekalipun.
Tentu saya tidak merindukan dia jadi presiden lagi. Tidak! Karena itu amat tidak mungkin. Namun saya kangen mendengar konfirmasi tentang sikap politiknya. Tentang posisi dan arah politik Partai Demokrat pasca Pilpres 2019. Khususnya untuk kurun 5 tahun ke depan.
Saya kira kerinduan pada sosok Presiden RI ke-6 itu, wajar-wajar saja. Malah barangkali ada banyak dari anak bangsa ini yang juga merindukan sosoknya. Bahkan ada yang telah amat menunggu kiprahnya di panggung perpolitikan nasional. Karena biar bagaimana pun juga, di depan publik, kemunculan SBY masih punya daya tarik tersendiri.
Bagi para kader Partai Demokrat di seluruh tanah air sendiri, saya kira mereka sangat menanti juga keputusan resmi partainya. Apa jadi masuk bergabung dengan para partai koalisi di pemerintahan Jokwi-Ma'ruf Amin? Atau menempatan diri sebagai partai oposisi? Atau hanya sebagai partai penyeimbang saja? Memang menurut Kadiv Advokasi dan Hukum PD, Ferdinand Hutahaean dan Waketum PD Syarief Hasan, bahwa PD akan merapat untuk memperkuat pemerintahan Jokowi. Karena mayoritas kader PD disebut memang menghendaki hal itu.
Tetapi, keduanya juga mengatakan bahwa keputusan resminya masih menunggu keputusan dari Majelis Tinggi PD yang diketuai sendiri oleh SBY. Yang pengumumannya bisa saja disampaikan sendiri langsung oleh SBY atau pun Sekjen PD, Hinca Panjaitan. Artinya semua pihak masih harus sabar menunggu momen yang penting tersebut. Kapan? Itu yang sampai hari ini, belum ada konfirmasinya.
Situasi tersebut mirip yang terjadi pada bulan-bulan menjelang dan pasca Pilpres 2019 tempo hari. Dalam bulan-bulan penuh ketegangan itu, publik menunggu-nunggu sikap atau pun statemen politik dari mulut SBY sendiri.
Meski semua sudah tahu partai yang dipimpinnya waktu itu berkoalisi dengan Prabowo -- Sandi, tetapi tokoh banyak pihak yang menginginkan pemikiran-pemikirannya guna meredam panasnya rivalitas politik saat itu. Pengalaman dan wisdom beliau selama memimpin Indonesia selama 2 periode masih sangat berharga untuk dipertimbangkan oleh semua pihak.
Dedikasi Mulia untuk 2 Wanita Tercinta
Kerinduan pada pemunculan kembali SBY ke ruang publik tampaknya memang tak bisa diharapkan dalam waktu dekat ini. Setelah kurang lebih satu semester lalu, beliau harus mendampingi dan melayani sang istri tercinta yang dirawat di Singapura sampai pada hari wafatnya. Yang menyebabkan SBY harus menarik diri dari hiruk pikuknya perpolitikan nasional. Yang berarti selama itu pula, Partai Demokrat berjalan tanpa nahkoda utamanya.
Kini, di saat PD tengah memerlukan tenaga dan pikirannya guna menentukan arah politiknya, kembali dia tak bisa langsung memegang kemudi partainya. Karena harus fokus merawat dan mencurahkan dedikasi mulianya terhadap ibunda tercintanya yang lagi sakit.
Kalau sekian puluh tahun lalu, seluruh waktu hidupnya didedikasikan di dunia kemiliteran. Lalu sepuluh tahun berikutnya diabdikan penuh bagi negerinya sebagai persiden. Juga untuk membesarkan, mengelola dan mempertahankan eksistensi partainya. Maka sekaranglah waktunya SBY harus rehat sementara waktu dari jagat politik nasional.
Ya, sekaranglah saatnya mencurahkan segenap hati dan doanya untuk seorang wanita yang paling ia hormati di bumi ini. Tentu kita semua patut ikut mendoakan agar Eyang-nya Edie Baskoro Yudhoyono itu segera sembuh dan pulih seperti sedia kala.