Kedamaian, kesejukan dan ketemteraman berangsur memeluk kembali hati hampir semua warga kampung Dhoewawarna. Setahunan penuh kampung itu tercabik, terbelah dan terberangus dalam ketegangan akibat persaingan yang bodoh dari warganya.
Rivalitas politik yang sangat tajam mengemuka. Upaya saling memanfaatkan dan menunggangi antar berbagai kelompok kepentingan, nyata dan vulgar sekali. Narasi-narasi sarat kecurigaan dan hujatan brutal mencemari dan menyakiti wajah kampung. Pembantaian karakter lewat penyebaran hoax, ujaran permusuhan dan fitnah yang nggilani terjadi hari demi hari. Akibatnya, hal itu mulai merobek-robek persaudaraan, pertemanan dan persatuan warga. Bahkan bagai bom waktu, fenomena itu siap meledakkan dan meluluhlantakkan keberadaan kampung Dhoewawarna.
Untungnya, masih ada beberapa hal yang bisa dibanggakan dari kampung itu. Salah satunya ialah prestasi sepakbolanya. Kalau kesebelasannya main, maka beribu-ribu penonton pasti akan memadati stadion utama kampung. Mereka menjadi pendukung yang sangat fanatik bagi kesebelasan kebanggaannya. Dampak positifnya, kesebelasan kampung itu hampir selalu menang jika bermain di stadionnya sendiri.
Tetapi, kalau bertanding di luar,  sayang mereka keok melulu. Maka sah-sah saja, kalau kemudian skuat sepakbola Dhoewawarna  disebut hanya sebagai "jago kandang" saja. Meski demikian, sepakbola adalah satu-satunya hiburan yang paling digandrungi hampir seluruh warga kampung itu. Dulu hanya digemari para pria saja. Tapi kini para emak dan gadis-gadisnya pun mulai menggilainya juga.
Bagi mereka, satu-satunya hiburan yang bisa menerbitkan kebanggaan dan fanatisme, adalah sepakbola. Bahkan sudah menjadi satu-satunya  wahana pemersatu warga. Politik membelah dan mengkotak-kotakan warga. Tapi sepakbola menyatukannya.
"Coba kalau Resikonaldo masih muda dan masih bisa memperkuat timpung (tim kampung) kita. Pasti julukan 'si jago kandang' tak bakalan dialamatkan ke timpung kita lagi." Mbah Kijo ungkapkan komentarnya.
"Resikonaldo itu siapa Mbah?"
"Resikonaldo itu adalah pemain bola kampung kita yang paling hebat. Dia adalah legenda hidup di sepakbola kampung kita. Yang sampai kini, belum ada yang bisa menyamainya." Jawab Mbah Kijo berapi-api terhadap pertanyaan cucunya.
"Tendangan kaki kanannya atau kaki kirinya yang paling kuat darinya, Mbah?"
"Dua-duanya sama-sama kuat. Menggeledek dan selalu menjadi ancaman atau menjadi momok yang paling menakutkan bagi setiap kiper lawan....."
"Woauw...keras sekali, dong! Sekuat tendangan Pele atau Maradona, Mbah?"