Tanpa adanya istilah-istilah kontroversial yang mencuat, jagat politik akan sepi. Masing-masing partai politik (parpol), biasanya punya politisi-politisi pencetus istilah-istilah yang kontroversial dan sensasional. Istilah tersebut sengaja dilontarkan untuk menanggapi sebuah fenomena  politik penting yang sedang terjadi. Dan istilah-istilah tersebut biasanya sering sangat kocak.Â
Sangat khas dan tajam, bahkan kadang tampak absurd. Sedang penyampaiannya, saat ini sering lewat cuitan di medsos. Tapi sering juga lewat komentar langsung di ruang publik.
Salah satu parpol di negeri kita, yang selalu punya kader kreator istilah-istilah seperti itu adalah Partai Demokrat. Dulu mereka punya Sutan Bhatoegana dan Ruhut Sitompul. Dua tokoh itu, pandai sekali menciptakan istilah khusus dalam komentar dan pernyataan-pernyataan mereka. Sekarang ini, yang populer adalah Andi Arief. Dan dalam tulisan ini, saya akan menyoroti khusus tentang istilah-istilah yang pernah dilontarkan oleh Andi Arief.
Rekam Jejak Singkat Sang Kreator
Pria kelahiran Bandar Lampung yang berusia 48 tahun itu adalah lulusan Universitas Gajah Mada. Ia adalah salah seorang aktifis pro demokrasi. Ia aktif di Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID). Akibat aktifitas politiknya yang dianggap mengancam Orde Baru, ia menjadi salah satu korban penculikan aktifis pada tahun 1998.
Suami Defianti ini pada tahun 2009-2014, diangkat oleh Susilo Bambang  Yudhoyono menjadi Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana Alam. Kemudian  di Partai Demokrat, ia menjabat sebagai Wakil Sekretaris Jenderal  mulai tahun 2015 sampai sekarang ini.
Istilah-istilah Hasil Kreasinya
Saya sengaja hanya ingin mengingatkan kita pada celotehan-celotehan Andi Arief yang dilontarkan di tahun 2018 - 2019 saja. Khususnya yang berkaitan dengan kontestasi politik Pemilihan Presiden.
Dalam proses penetapan figur cawapres, waktu itu, secara mengejutkan ia menyebut capres Prabowo sebagai "Jenderal Kardus". Twit itu berawal dari curhatannya yang menyebut Sandiaga Uno memberikan mahar politik Rp. 1 Triliun kepada Prabowo, PAN dan PKS. Alasanya, agar mereka mau menerima Sandiaga sebagai Calon Presidennya Prabowo.Â
Jadi menurut Andi Arief, ada politik transaksional yang mendasari pemilihan Sandiaga Uno sebagai cawapres. Dan itu terjadi tanpa melibatkan Partai Demokrat sebagai mitra koalisi. Karena praktik politik traksaksional itulah maka ia menyebut Prabowo sebagai jenderal kardus.
Lalu pada pasca Pemilu, atau saat proses penghitungan suara masih berlangsung, Â Andi Arief dalam akun Twitternya juga melemparkan satu sebutan -- 'setan gundul'.Â