"Baik, Pak....silahkan!"
"Saya ingin bertanya tentang pilihan Bapak..."
"Pilihan apa ya, Pak?"
"Maksud saya tentang pilihan Bapak dalam berkarya," ujarnya, "Mengapa Bapak kok pilih menulis karya yang berkategori fiksi?"
"Mungkin maksud Pak Sigit, kenapa saya tidak menulis artikel-artikel atau buku-buku rohani saja?" tanyaku ingin penegasan. Aku perlu tanyakan itu, karena bukan hanya dia yang pernah tanyakan itu padaku. Banyak yang merasa aneh ketika melihat seorang hamba Tuhan  menulis yang bukan tulisan rohani.
"Ya, Bapak!" jawabnya, seperti yang kuduga.
"Alasan pertama, karena untuk tulisan-tulisan jenis itu sudah banyak teman pendeta yang menulis dan menerbitkannya. Kedua, saya ini bukan kelas pendeta pakar atau bukan seorang theolog. Jadi biarlah itu menjadi bagiannya para pakar dan para theolog saja. Saya  mengambil bagian saya sendiri yang sesuai dengan kapasitas saya sendiri."
".................." dia masih diam saja. Cuma mengangguk-anggukan kepalanya.
"Jangan kuatir, Pak. Selain cerpen, nantinya saya juga akan menulis dan membukukan Serial Tokoh-Tokoh Alkitab. Tapi menggunakan bahasa yang ringan dan populer. Tujuannya agar komunikatif. Sehingga segala lapisan pembaca, bisa menikmatinya."
".................."
"Ketiga, menuliskan karya fiksi itu bagi saya lebih memiliki banyak kebebasan. Tidak banyak aturan atau kaidah yang harus dipenuhi. Memakai bahasa apa saja bebas. Bahasa percakapan dan bahasa gaul pun dihalalkan. Tanpa didukung dengan data atau referensi terkait apa pun, tak masalah. Karena basis utama karya fiksi adalah imajinasi penulisnya."