Gonjang-ganjing melanda desa Sukajanji. Berita tentang raibnya Pak Kades (yang baru dilantik sebulan lalu) telah meledak dan membahana. Lewat medsos, kabar tersebut kian menggelegar di setiap dada penduduknya. Sehingga usapan hangat mentari pagi dan belaian sejuk semilirnya bayu, menjadi terabaikan sementara.
"Berita itu dari mana?"
"Dari laporan pembantunya sendiri...dan diteguhkan oleh Pak Carik."
"Apa kata mereka?"
"Beliau sudah tinggalkan rumah sejak seminggu lalu, tanpa pesan apa pun..."
"Apa nggak menelepon atau ditelepon?"
"Percuma, karena ponselnya ada di meja kamarnya....."
"Kira-kira ketinggalan atau sengaja ditinggal?"
"Mana ada yang tahu..."
Pagi ini, dengan sangat cepat rumah Pak Kades ( yang bernama Suloyojiwo), telah  terkepung oleh ratusan orang yang menyemut di situ. Yang terbanyak adalah warga setempat. Ada bapak-bapak dan emak-emak. Ada para pemuda dan para gadis desa. Ada para duda dan janda. Semuanya penasaran dan terdesak oleh rasa ingin tahu yang besar. Tentu saja kerumunan manusia itu menimbulkan keriuhrendahan yang menggaduh. Mirip pasar hewan.
Kehiruk-pikukan itu makin merajalela, ketika tiba-tiba seorang wanita muda ayu berlari sempoyongan menerobos kerumunan warga sambil berteriak: "Mas Sul....!" Begitu sampai di teras, wanita itu langsung ambruk dan semaput.
"Siapa dia?"
"Calon istrinya mungkin."
"Kasihan banget ya dia......tampak seperti sangat merasa kehilangan...."
"Bukan hanya dia, kami juga kehilangan...!" beberapa emak menyahut serempak.
"Huuuuuuuuuuuuuuuh!" Lebih serempak dan lebih keras lagi.
"Maaf....maaf semuanya! Tenang....tenang! Kami akan menangani hal ini dengan profesional. Sebab itu, mohon bapak, ibu dan saudara semua bisa menjauh dari rumah ini," ujar seorang dari tim polisi yang baru tiba di situ.
            ***
Ketika semua hewan ternak sudah mulai merebahkan tubuhnya di pembaringannya. Dan wajah langit mulai menggelap di senja kala hari ini. Ternyata misteri tentang keberadaan Suloyojiwo kian pekat. Di mana? Dengan siapa? Sedang apa? Dalam rangka apa? Sampai kapan? Bagaimana kondisinya? Semua pertanyaan seperti itu makin mengaduk-aduk hati semua warga desa. Belum seorang pun bisa menyodorkan jawaban pasti. Semua masih serba asumsi dan spekulasi.
"Tapi siapa wanita muda yang semaput tadi pagi?"
"Dia penyandang dana sekaligus kekasihnya."
"Kok pakai penyandang dana segala, untuk apa?"
"Ya untuk biayai semua kegiatan politiknya. Untuk ikut pilkades tempo hari."
"Kenapa kok sampai pingsan segala?"
"Iya biasalah Bang......namanya lagi dilanda cinta...."
"Aku kok menangkap ada yang ganjil...."
"..........................???"
"Terus sekelompok emak-emak yang juga merasa sangat kehilangan itu, siapa?"
"Oh, kalau mereka itu mah, para pedagang warung kopi di desa kita."
"Aku juga menangkap ada yang ganjil pada mereka?"
"Akh, Sampean itu bawaannya memang suka suudzon melulu...."
Perbincangan antar para tetangga Suloyojiwo tersebut, menjadi tertahan akibat kedatangan tiga orang tamu dari luar yang disambut oleh Pak Carik. Sementara mereka  berbicara yang tampaknya sangat serius; ada seorang warga yang mendekati sopirnya dan bertanya: "Maaf, Pak Supir....yang Anda antar itu, siapa?"
"Beliau adalah para petinggi sebuah bank swasta," jawab si supir.
Kemudian si penanya kembali ke teman-temannya yang sejak tadi berkerumun di halaman rumah itu.
"Mereka adalah para pejabat penting bank swasta di kota kita," lapornya.
"Aku menangkap lagi adanya sebuah keganjilan....."
Berbagai komentar para tetangga dekat Pak Kades di atas, sifatnya masih netral-netral saja. Tapi ada juga pembicaraan di kelompok lain, yang hampir semua nadanya mengejek, menghina, memojokkan, mendiskreditkan dan menyerang. Kelompok itu ialah kelompok lawan politiknya Suloyojiwo.
"Apa kubilang waktu itu, dia itu tak pantas jadi pemimpin. Baru sebulan saja kok sudah kabur."
"Bukan kabur, tapi lari dari kenyataan. Lari dari tanggung jawab....."
"Dia cuma menang tampang dan muda doang. Juga cuma pinter obral janji saja."
"Barangkali dia mulai dikejar oleh debt collector. Kan utangnya banyak."
"Bisa jadi gelar sarjananya itu pun abal-abal. Jadi takut konangan atau ketahuan."
"Atau memang dia gak entos jalankan tugas....."
"Gak entos itu apa?"
"Artinya, nggak sanggup atau nggak becus....."
"Betul itu!"
"Yang jelas dia pasti tidak bersih. Sebab kalau bersih, ngapain ngumpet dan ngacir?"
"Katanya pemimpin, kok pengecut?"
"Katanya dia hebat, kok minggat?"
"Banci kali........."
Lalu dari komunitas penyuka hal-hal mistis dan gaib, komentarnya sangat beda lagi.
"Jangan-jangan Pak Kades itu terkena bebendu dari yang baurekso dusun."
"Sesajennya tidak komplit mungkin...."
"Pasti ada pantangan-pantangan yang dilanggar...."
"Bisa jadi sebelumnya tidak kulo nuwun, atau tidak minta restu pada para leluhur."
"Sangat mungkin weton-nya nggak cocok dengan hari pemungutan suara di pilkades tempo hari. Sehingga perjalanan karir berikutnya selalu gonjang-ganjing."
"Coba kalau beliau sebelumnya mau pasa senen-kemis, pasti kalis ing sambikolo."
"Mungkin beliau tidak melaksanakan ruwatan sukerto (ritual pembersihan diri)."
"Apa bukan karena ia dimurkai oleh dhemit, dan disandera ke tempat yang wingit?"
"Kenapa dhemit memurkainya?"
"Ya mungkin karena telah menyinggung hati sang dhemit."
"Kalau menurutku, beliau itu digondol wewe gombel yang lagi kasmaran...."
          ***
Malam ini, sudah malam yang  kesepuluh raibnya Pak Kades. Tapi sama sekali belum ada titik terang tentang keberadaannya. Seperti sebelum-sebelumnya, para perangkat desa secara bergiliran piket di rumah Suloyojiwo. Para tetangga pun masih banyak yang setia berkumpul di situ. Mereka semua masih terus menunggu kalau-kalau ada informasi valid yang masuk.
Benar saja, tak lama kemudian, satu-persatu berita berdatangan ke kerumunan itu.
"Wanita muda yang semaput tempo hari memang calon istri Pak Kades. Cewek itu sedang hamil tiga bulan. Janjinya akan dinikahi akhir bulan ini...."
"Kalau memang Mas Suloyo sampai terus nggak pulang; aku siap kok menggantikan posisinya. Kapan lagi bisa dapat istri molek seperti itu...?" celetuk seorang bujangan tua.
"Huuuuuuuuuuuuuuuu!" sahut yang lain serempak, diteruskan dengan gelak tawa.
Selanjutnya dua orang ibu datang bergabung dengan mereka. Lalu dengan serius mereka sampaikan kabar: Bahwa lima orang emak-emak pedagang kedai kopi yang ikut bingung atas kepergian Pak Kades tempo hari, ternyata telah memberi pinjaman uang ke beliau. Masing-masing sebesar 10 juta rupiah. Mereka dijanjikan keuntungan yang menggiurkan. Sekarang mereka sangat menanti Pak Kades untuk menagih janjinya.
"Jadi, Pak Kades itu hutangnya banyak juga ya....," ujar seorang pemuda tanggung.
"Huuss itu bukan urusanmu!"
"Kalau urusan yang itu, aku jelas nggak mau mengganti posisi beliau...."
"Huuuuuuuuuuuuu!"
Sejurus berikutnya, datanglah berita yang menggegerkan mereka. Salah seorang pria yang ikut berkerumun di situ, tiba-tiba saja berdiri, melonjak dan berjoget sendirian....
"Hai, Bro.....ngapain loe begitu?"
"Aku punya berita hebat! Ini pasti akan heboh dan segera viral......"
"Berita apaaaaaaaaaa.......?" Tanya mereka kompak sekali.
"Ternyata Pak Kades kita, kini sedang berbahagia. Beliau baru menikah. Dan kini lagi berbulan madu..."
"Hei, jangan ngaco kamu!"
"Aku tidak ngaco, Kang. Ini aku baru saja terima kiriman pesan WA tentang itu. Malah dilengkapi dengan beberapa fotonya. Ini buktinya.......!" Kontan saja mereka semua berebut ingin melihat foto-foto itu. Semuanya diliputi perasaan yang campur aduk.
"Kalau gitu, kita semua sebagai warganya, patut bersyukur dan berbahagia. Sebab, pemimpin kita sudah punya pendamping hidupnya." Pak Carik tampil menengahi.
"Tapi, gimana dengan cewek yang hamil itu, Pak?"
"Itu biar diselesaikan oleh beliau sendiri nanti. Yang jelas dan yang penting, beliau itu masih hidup dan sehat. Itu yang membuat kita plong sekarang. Sebentar lagi pasti beliau akan pulang juga."
"Kalau gitu, yuk kita pulang semua!"
Baru saja mereka bangkit dari duduknya, tiba-tiba masuklah sebuah taksi ke halaman rumah Pak Kades. Lantas turunlah dari taksi itu, seorang bapak tua berambut putih. Kakek itu berkacamata dan berjaket. Di lehernya melilit sebuah syal tebal, dan di tangan kanannya memegang sebuah tongkat. Pria itu mengangguk sambil memberi salam: "Selamat malam!"
"Maaf, Bapak dari mana dan mau ketemu dengan siapa?" Pak Carik bertanya.
Karena bapak itu mengaku sebagai pamannya Pak Kades, maka Pak Carik perintahkan Sukaryo (pembantu di rumah itu) untuk melayani dan menyiapkan sebuah kamar bagi tamu itu.
Pak Carik dan semua tetangga pun mulai bergerak untuk meninggalkan rumah itu. Namun, sebelum mencapai pagar depan, mereka dikejutkan lagi dengan kedatangan satu regu aparat bersenjata lengkap yang baru turun dari beberapa buah mobil khusus. Semua orang yang berada di situ keruan saja kaget, agak takut dan bingung bukan main. Ada apa ini?
Lalu para aparat dengan sangat cepat dan sigap berpencar dan mengepung semua sudut rumah itu. Pimpinannya bicara sebentar dengan Pak Carik, lalu perintahkan beberapa anak buahnya memasuki rumah Pak Kades.
Beberapa menit kemudian, tamu pria tua yang baru datang tersebut telah diborgol, digelandang keluar dengan langkah-langkah cepat lalu dimasukkan ke dalam sebuah mobil.
"Saudara-saudaraku, kami dari BNN. Kami mengucapkan terima kasih atas bantuan Anda semua. Sehingga kami bisa malaksanakan tugas dengan baik dan lancar. Malam ini kami telah berhasil meringkus saudara Suloyojiwo yang sudah menjadi incaran operasi kami sebulan ini." Komandan aparat itu menjelaskan.
"Maaf Pak Polisi, yang Bapak tangkap itu Saudara Suloyojiwo, Kepala Desa kami, atau Pamannya yang baru saja datang tadi?" Tanya Pakde Darmo.
"Yang kami tangkap adalah Saudara Suloyojiwo sendiri, yang tadi menyamar sebagai Pamannya."
"Oh.....gitu, to.......?"
         ==000==
Bambang Suwarno - Palangkaraya, 2019
                             Â
      Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H