Mohon tunggu...
Bambang M Permadi
Bambang M Permadi Mohon Tunggu... Freelancer - Catatan dari tepian Sungai Kahayan

.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Medsos dan "Konten Sampah" yang Membuat Resah

26 Oktober 2022   08:51 Diperbarui: 26 Oktober 2022   09:14 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) per Januari 2022, jumlah penduduk Indonesia lebih dari 275 juta. Dari jumlah tersebut, sekitar 210 juta orang (77%) sudah aktif menggunakan internet. Sebanyak 191 juta orang diantaranya aktif di media sosial seperti Facebook, WhatsApp (WA), Instagram, Telegram, dan lain-lain.

Sementara itu  ,We Are Social , sebuah perusahaan media dari Inggris mencatat Indonesia berada di peringkat 10 negara yang penduduknya paling banyak menghabiskan waktu di media sosial . Durasinya 3 jam 16 menit per hari. Peringkat pertama adalah Filipina, dengan durasi 232 menit atau 3 jam 52 menit setiap hari.

Data ini diperkirakan akan terus bertambah karena meningkatnya peranan medsos dalam berbagai kepentingan, termasuk gaya hidup dan trend kekinian.

Medsos bak pisau bermata dua. Bisa memberikan manfaat untuk peningkatan kualitas hidup melalui ilmu pengetahuan, di sisi lain juga dapat mendegradasi tatanan kehidupan sosial. Pengguna medsos dituntut bijak dalam mengolah, mengakses dan mendistribusikan pesan.

Dalam pola pikir lama, untuk meningkatkan pengetahuan seseorang harus menempuh pendidikan formal, yaitu bersekolah. Saat ini dengan belajar dari tayangan Youtube  orang bisa belajar apa saja sesuai keinginannya. Seperti pengetahuan aplikasi komputer, pertanian, perbengkelan dan ilmu pengetahuan lainnya. Syarat utamanya tentu saja harus memiliki perangkat dan terhubung ke jaringan internet. Sebagian besar ilmunya bisa didapatkan secara gratis.

Medsos sebagai kemajuan budaya manusia dalam perkembangannya juga dimanfaatkan  untuk kepentingan pragmatis oleh sebagian penggunanya. Tak ayal, akhirnya medsos menjadi belantara bar-bar yang penggunanya dapat memposting apa saja. Seperti konten berbau SARA, agitasi politik, berita bohong (hoax) hingga pornografi. Tak sedikit kekerasan massa terjadi hanya karena informasi sesat dari medsos. Ini tentu sangat memprihatinkan .

Pemerintah telah menerbitkan instrumen hukum yang mengatur tentang teknologi informasi yaitu UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Sejumlah orang telah dijerat pidana karena terbukti melanggar ketentuan ITE.

Konten 'sampah'  di medsos sepertinya tidak mudah dihapus. Hingga saat ini masih kita dapati konten --konten yang menyerang  keyakinan seseorang dan hak pribadi . Termasuk clickbait  tipu-tipu judul konten yang tidak sesuai isi kontennya. Jangan mudah terkecoh judul dan pesan medsos, apalagi secara gegabah membagikannya. 

Cara mudah mengetahui apakah pesan medsos itu valid atau hoax adalah dengan searching berita ke situs media massa  resmi yang sudah terbukti kredibilitasnya. Informasi hoax dan clickbait  biasanya menggunakan judul yang bombastis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun