Mohon tunggu...
Bambang M Permadi
Bambang M Permadi Mohon Tunggu... Freelancer - Catatan dari tepian Sungai Kahayan

.

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Komik Indonesia Tak Pernah Mati

24 Oktober 2022   22:09 Diperbarui: 24 Oktober 2022   22:16 1095
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Style Komik Indonesia Karya Teguh Santosa (Dok: Majalah Hai)

Komik , cerita bergambar, novel grafis atau apapun sebutannya adalah karya seni yang tak terpisahkan dari sejarah. Konon, komik dalam bentuk cetak sudah ada di negeri ini sebelum tahun 1930-an . Kala itu, di jaman masih susah, sejumlah komikus di Kota Medan, Sumatera Utara sudah aktip membuat komik. Kreatifitas serupa juga tumbuh di sejumlah kota di Pulau Jawa.  Tak sedikit pelukis kanvas, pelukis poster dan pelukis potret banting stir menjadi pelukis komik. Hingga pertengahan 1980-an, profesi sebagai komikus memang cukup menjanjikan. Buku komik lokal berbagai genre terjual laris manis. Tingginya  apresiasi masyarakat terhadap komik lokal secara tidak langsung meningkatkan kesejahteraan para komikus. Karya-karya mereka selalu ditunggu para pembacanya.

Indonesia dapat dikatakan sebagai  gudangnya pelukis dan tukang gambar kreatif. Tak hanya itu, mereka tak hanya mahir menggambar, tapi juga pandai mengarang cerita yang membuat ketagihan pembacanya. Komik tumbuh menjadi sebuah industri kreatif yang memunculkan seniman-seniman hebat pada jamannya. Diantaranya RA Kosasih (Serial Ramayana), Ganesh TH (Si Buta Dari Gua Hantu), Hans Jaladara (Panji Tengkorak), U.Sjahbudin (Pendekar Bambu Kuning), Teguh Santosa ( Mat Pelor) dan Jan Mintaraga (Serial Indra Bayu/Jaka Lola).

Tak cukup kata-kata untuk menyebutkan nama-nama komikus di tanah air yang pernah ada. Karena jumlahnya memang cukup banyak dan memiliki segmen pembacanya tersendiri. Kini, beberapa komikus jadul itu telah wafat. Yang masih tersisa hanya beberapa orang. Setahu penulis, komikus senior yang masih eksis hingga saat ini adalah San Wilantara, Rusmin, Usjahbudin, Floren, NBC Sukma, Abby dan beberapa komikus yang saya lupa namanya.

Komik sindikasi asing seperti Marvel Comic, Detektive Comic (DC) atau Manga boleh membanjiri pasar. Tapi faktanya hingga saat ini komik Indonesia tidak pernah mati. Komikus muda selalu bermunculan, buku komik pun tetap terbit, walaupun tertatih-tatih pemasarannya. Sebagian diterbitkan dengan pola Print On Demand (POD). Berapa yang dipesan , itulah yang dicetak.  Bila saat ini belum banyak komik  lokal yang bertengger di etalase toko buku mungkin hanya masalah waktu.

Sejak jaman ‘baheula’ komik Indonesia dapat dikatakan tidak pernah bernaung di bawah penerbit besar. Kalaupun ada  mungkin sedikit jumlahnya. Saat booming komik tahun 1970-1980-an komik Indonesia hanya diterbitkan oleh penerbit kecil di Pasar Baru , Jakarta. Seperti penerbit Sastra Kumala, Pancar Kumala atau Prasidha. Tapi siapa sangka bahwa akhirnya penerbit-penerbit ini juga menjadi bagian sejarah perjalanan komik Indonesia.

Semangat merawat jiwa perkomikan di tanah air juga tak lepas dari peran pecinta komik lokal. Terutama para kolektor komik yang terdapat di beberapa kota. Dari para kolektor inilah komik Indonesia terdokumentasi dengan baik. Jangan coba berdebat  isi cerita sebuah komik dengan para kolektor, karena mereka lebih hafal dengan jalan ceritanya.Termasuk kualitas buku komiknya, apakah cetakan pertama atau bukan. Menariknya, pecinta komik itu tidak hanya memiliki edisi cetaknya, tapi juga artworknya alias naskah asli yang digambar komikusnya puluhan tahun yang lalu.

Bangkitnya komik Indonesia bukan halu yang berlebihan, apalagi mencoba bermimpi di siang bolong. Kita mempunyai seniman komik potensial, yang kualitas gambarnya layak jual. Diperlukan kerja keras agar sebuah karya komik dapat dilirik pasar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun